Sultanah Nahrasiyah, Sosok Perempuan Penguasa Islam Pertama di Asia Tenggara

Avirista Midaada
Lukisan Sultanah Nahrasiyah, pemimpin Kerajaan Samudera Pasai. (Foto: Ist)

JAKARTA, iNews.id - Ratu Sultanah Nahrasiyah mungkin masih asing bagi orang awam. Dia tak sementereng penguasa kerajaan lain seperti Airlangga, Jayabaya, Hayam Wuruk, hingga Raden Patah.

Namun, Ratu Sultanah Nahrasiyah begitu istimewa dalam sejarah pergerakan pemimpin perempuan di Nusantara.

Dia merupakan penguasa Kesultanan Samudera Pasai yang naik tahta menggantikan ayahnya.

Versi lain menyatakan bahwa Nahrasiyah merupakan istri raja yang meninggal. Sebelum Sultanah Nahrasiyah bertahta, Kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir.

Dia adalah ayah kandung Sultanah Nahrasiyah. Namun sebagaimana dikisahkan pada buku "Perempuan-Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" dari Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, ayahnya itu tewas dibunuh Raja Nakur.

Catatan Ying Yai Sheng Lan menguatkan adanya pemimpin perempuan muslim pertama di Nusantara.

Disebutkan bahwa Raja Samudera Pasai yang diserang oleh Raja Nakur tewas setelah terkena panah beracun.

Sepeninggal Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir inilah Nahrasiyah akhirnya naik tahta. Dia merupakan perempuan pertama di Asia Tenggara yang memerintah sebagai raja.

Sultanah Nahrasiyah bertahta di Kerajaan Samudera Pasai sejak 1405 hingga 1428 M. Cerita lain menyebutkan setelah kematian sang raja, permaisurinya konon menyatakan sumpah di depan rakyatnya.

Dia mengatakan bahwa siapa saja yang dapat menuntut balas atas kematian suaminya, akan dinikahinya dan bersedia untuk bersama-sama memerintah Kerajaan Samudera Pasai.

Muncul seorang Panglima Laot, pejabat kerajaan yang ditugaskan untuk mengurus perikanan.

Dia menyatakan kesanggupannya untuk mengemban amanah dan berangkat bersama bala tentara Samudera Pasai untuk berperang melawan Raja Nakur.

Pasukan Raja Nakur berhasil dikalahkan dan menyerah dalam peperangan.

Bahkan sang raja berjanji tidak akan melakukan permusuhan terhadap Kerajaan Samudera Pasai.

Sebagai pemimpin sejati, Sultanah Nahrasiyah menepati janjinya dengan menikahi Panglima Laot.

Pada tahun 1409, karena sadar akan kewibawaannya, suami Sultanah Nahrasiyah mengantar upeti kepada raja China Ch'engestu berupa hasil bumi dan diterima oleh Raja China.

Pada tahun 1412 dia kembali ke Samudera Pasai. Setibanya di kerajaan, putra raja terdahulu yang sudah menginjak dewasa berhasil membunuh ayah tirinya yaitu Panglima Laot.

Sultanah Nahrasiyah wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1428 M. Pada makamnya terukir surat Yasin dengan kaligrafi indah dan ayat kursi yang termaktub dalam surat Al-Baqarah.

Di nisannya juga terdapat petikan kitab suci Al-Quran ayat 18 dan 19 Surat Ali Imran. Sayangnya tak ada catatan sejarah dan sepak terjang pemerintahan Sultanah Nahrasiyah saat memimpin Kerajaan Samudera Pasai.

Namun yang patut dicatat, Sultanah Nahrasiyah telah menggoreskan konsep keseteraan gender sejak lahirnya kerajaan Islam pertama di nusantara.

Editor : Jamaluddin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network