TAKENGON, iNews.id- Terkait aksi masyarakat yang menuntut ganti rugi atas lahan yang terdampak mega proyek peusangan I dan II di Desa Sanehen, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, pihak PT.PLN Persero, meminta masyarakat yang merasa lahan nya belum di bayarkan ganti rugi nya, untuk mendaftarkan gugatan di pengadilan negeri.
Rizka Afri Kiniko, Manager Bagian Perijinan dan Umum PT.PLN Persero PLTA Peusangan I dan II, ketika di konfirmasi kamis 8 september 2022 kemarin, mengaku pihak nya tidak berani untuk memproses tuntutan masyarakat untuk membebaskan lahan milik mereka, karena dokumen pembebasan lahan pada tahun 1998 dan 1999 sudah di temukan.
"Kalau bercerita masalah lahan di sanehen, PLTA ini sudah ada sejek tahun 1995, dan kita sudah lakukan pembebasan lahan pada tahun 1998 dan 1999 yang di ketuai oleh bupati, dan pada tahun 2002 muncul surat bupati yang menyatakan ada 7 masyarakat dengan luas lahan 3,6 H yang belum di bayarkan, dan pada tahun 2018 ketika kami mendapat scedul untuk membangun jembatan atas anggin di sanehen, berdasarkan surat bupati yang menyatakan ada 7 masyarakat yang belum di bebaskan lahan nya, maka untuk itu kita cari dokumen ganti rugi pada tahun 1998 dan 1999 Untuk acuan memproses ganti rugi lahan milik 7 masyarakat yang belum di ganti rugi," ujarnya.
Lanjut nya, Namun ketika di proses, 7 persil lahan milik masyarakat dengan luad lahan yang 3,6 H di surat bupati itu menjadi 5,8 H, namun kami untuk membantah luasan lahan yang di ajukan masyarakat itu tidak memiliki data ganti rugi awal pembebasan lahan pada tahun 1998 dan 1999, dat itu kita cari tidak di temukan baik itu di BPN maupun di PLN, Karena kuat nya tekanan waktu itu baik itu dari masyarakat dan DPRK Aceh Tengah komisi A, serta kita di kejar target, maka kita meminta pendampingan dari Kejaksaan untuk menyelesaikan masalah ini, dan pada waktu itu di sepakati untuk melakukan pembebasan lahan milik masyarakat, dengan peryataan jika dokumen ganti rugi awal di temukan dan masyarakat di nyatakan sudah pernah menerima ganti rugi tahap pertama, maka masyarakat harus mengembalikan uang ganti rugi yang di terima, dan jika tidak di kengbalikan maka masyarakat penerima akan di pidanakan.
Di tambahkan, dan di sepakati waktu itu oleh masyarakat beserta reje kampung ini adalah ganti rugi terakhir dan tidak ada ganti rugi lagi.
Angota DPRK dari komisi A bapak Sahrul juga mengatakan jika ada masalah lahan lagi dia yang bertangung jawab, Namun di bulan berikutnya ketika kami ingin membangun jalan di wilayah sanehen, datang 12 orang masyarakat yang menghalagi pekerjaan kami, dengan alasan ada lahan yang belum di bebaskan, jadi untuk saat ini kami sudah tidak berani untuk melakukan proses ganti rugi yang di minta masyarakat, karena menurut dokumen ganti rugi awal pada tahun 1998 dan 1999, lahan yang di ajukan masyarakat itu sudah diganti rugi, itu berdasarkan dokumen pembebasan lahan awal pada tahun 1998 dan 1999 itu sudah ditemukan.
Dan menurut dokumen pembebasan awal yang sudah di temukan pada pembebasan lahan pada tahun 2020 ada kelebihan pembebasan lahan seluas 2,2H atau kalau di hitung kasar nya kita kelebihan bayar sebesar 8,7M.
Iya juga berharap, Jika masyarakat masih menginginkan lahan nya untuk di ganti rugi, silahkan masyarakat untuk mengugat kami pihak PLN PLTA Peusangan 1 dan 2 ke pengadilan negeri Aceh Tengah, jika putusan pengadilan menyatakan lahan itu harus di ganti rugi lagi, maka kami dari pihak pln punya acuan untuk membayar kembali lahan milik masyarakat. Ungkap nya.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait