BEIRUT, iNewsPortalAceh.id- Syekh Yusuf Al Qaradawi, ulama tersohor kelahiran Mesir, meninggal dunia, Senin (26/9/2022).
Meski demikian ulama kelahiran Mesir itu dibenci oleh pemerintah negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, karena memperjuangkan pemberontakan Arab Springs pada 2011.
Di Mesir, Al Qaradawi juga dimusuhi karena ceramah-ceramahnya yang membuat kuping pemerintah merah.
Akibat pemikirannya yang ekstrem itu Al Qaradawi terpaksa menghabiskan sebagian besar hidupnya di Qatar.
Pemerintah Qatar masih menerima pandangan salah satu ulama Sunni paling berpengaruh tersebut.
Dia kerap berceramah di stasiun televisi Qatar Al Jazeera dan disiarkan ke seluruh dunia. Dari ceramah-ceramahnya itulah memicu ketegangan antara Qatar dengan Arab Saudi serta beberapa negara Teluk lain.
Ini pula yang memicu pemboikotan Saudi dan sekutu terhadap Qatar pada 2017 dan memasukkan Al Qaradawi dalam daftar teroris.
Namun hubungan Qatar dan negara-negara Teluk serta Mesir saat ini sudah pulih. Oleh para pendukung, pria lulusan Universitas Al Azhar Kairo itu digambarkan seorang moderat yang menawarkan penyeimbang ideologi radikal.
Dia mengecam keras serangan 11 September 2001 (9/11) di Amerika Serikat (AS) dan mendukung politik demokrasi.
Di sisi lain, dia menyampaikan pandangan yang menyetujui kekerasan untuk mencapai tujuan. Usai invasi Irak yang pimpinan AS pada 2003, dia mendukung serangan terhadap pasukan koalisi.
Beberapa negara bagian Barat pun melarangnya masuk. Sementara itu selama pemberontakan Arab Springs, dia menyerukan pembunuhan pemimpin Libya Muammar Gaddafi serta menyatakan jihad melawan pemerintah Presiden Suriah Bashar Al Assad yang menganut Syiah.
Saat muda Al Qaradawi juga bergabung dengan organisasi Ikhwanul Muslimin, kelompok terlarang di Mesir dan negara-negara Arab.
Organisasi ini dipandang sebagai ancaman oleh para pemimpin Arab otokratis sejak didirikan pada 1928 oleh Hasan Al Banna.
Dia menolak tawaran untuk memimpin organisasi itu dan memilih fokus menyampaikan ceramah. Salah satu penampilannya yang menonjol adalah setelah penggulingan Presiden Hosni Mubarak.
Saat itu dia tampil di Tahrir Square, Kairo, menyampaikan orasi kepada ratusan ribu pendukung. Dia mengatakan rasa takut telah dicabut dari warga Mesir yang telah menggulingkan firaun modern.
Sejak penggulingan Mubarak, Ikhwanul Muslimin merasakan kebebasan sesaat serta memilih Mohamed Mursi sebagai presiden pada 2012.
Setahun kemudian militer Mesir menggulingkan Mursi. Al Qaradawi pun mengecam keras tindakan keras militer terhadap kepemimpinan Ikhwanul Muslimin yang sah, dipilih berdasarkan pemilu yang demokratis.
Dia juga menyerukan pemboikot pemilu 2014 yang mengantarkan panglima angkatan bersenjata Mesir Abdel Fattah Al Sisi menjadi presiden.
"Tugas bangsa adalah melawan para penindas, menahan tangan dan membungkam lidah mereka," kata Al Qaradawi, merespons terpilihnya Sisi.
Atas perlawanannya, Al Qaradawi dijatuhi hukuman mati dalam sidang in absentia di pengadilan Mesir pada 2015. Dia divonis hukuman mati bersama Mursi dan sekitar 90 orang lainnya terkait pembobolan penjara pada 2011.
Tuduhan yang tak masuk akal karena saat itu Al Qaradawi berada di Qatar. Dia juga mengecam Saudi karena mendukung Sisi.
Pada 2014 setelah Saudi dan sekutu menarik dubes dari Doha, Al Qaradawi menghentikan ceramah dengan alasan ingin mengurangi tekanan terhadap Qatar.
Meski demikian dia masih mengkritik para penguasa Mesir yang baru. Pria yang sudah hafal Alquran sejak usia 10 tahun itu pernah menjabat Ketua Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) yang didirikan pada 2004.
Qaradawi merupakan penentang takfiri, konsep yang dianut kelompok militan Islam yang membolehkan pembunuhan sesama Muslim yang tidak setuju dengan pandangan mereka.
Al Qaradawi menyebut paham ini sebagai salah satu fenomena paling berbahaya yang dihadapi umat Islam. Tak heran dia menentang kelompok ISIS dengan menegaskan tidak setuju sama sekali dengan ideologi dan cara yang digunakannya.
Saat ISIS membakar hidup-hidup seorang pilot Yordania pada 2015, IUMS mengatakan kelompok itu bertindak tidak mewakili Islam.
Al Qaradawi juga pendukung kemerdekaan Palestina dari belenggu Zionis Israel. Pada 2013 dia mengunjungi Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
"Kita harus berupaya membebaskan Palestina, seluruh Palestina, sejengkal demi sejengkal," katanya, saat itu.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait