TAKENGON, iNewsPortalAceh.id- Didong Gayo merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Suku Gayo meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra.
Didong biasanya berbentuk kumpulan dan pemimpin kumpulan tersebut disebut sebagai ceh (penyair/pelantun), ceh sendiri bertugas untuk memimpin grup dan harus mampu menciptakan syair dan bersuara merdu.
Di dataran tinggi Tanoh Gayo sendiri terdapat banyak grup kesenian didong, salah satunya merupakan grup kesenian didong Siner Pagi yang berasal dari Kampung Paya Jeget, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah.
Grup Siner Pagi didirikan oleh Abdul Kadir atau Ceh To’et yang sangat terkenal pada tahun 1942 dan dijuluki sebagai "Maestro Gayo", julukan tersebut pantas disematkan pada beliau karena dedikasinya atas karya dan jasanya untuk pembangunan dan mindset Suku Gayo.
Sampai sekarang, grup Siner Pagi terus berlanjut dari generasi ke generasi, menciptakan syair dan terus memberikan hiburan bagi masyarakat Gayo.
ialah Konadi Saradiwa, sosok ceh 1 grup didong Siner Pagi pada saat ini, ia lahir pada 14 November 1991 di Kampung Rawe, besar dalam lingkungan keluarga seniman membuat ia kukuh pada kesenian Didong Gayo.
Berawal dari ceh kucak (pelantun syair tingkatan anak-anak) Konadi berhasil membius para penggemar didong dengan karya-karyanya di era didong modern.
"Saya mulai turun ke kesenian didong itu pada tahun 2002, saat itu saya sebagai ceh kucak dan ikut serta dalam festival seni didong mengikuti para ceh senior Siner Pagi kala itu," ungkap Konadi, Sabtu (21/09/2024).
Di umurnya yang baru 10 tahun saat itu, Konadi telah di didik sebagai ceh grup Siner Pagi masa depan, tak main-main ia langsung di didik oleh generasi Ceh To'et dan memperkenalkan karya-karya legendaris dari sang maestro.
Pada tahun 2012, Konadi pun memulai karirnya dalam berdidong jalu, di umurnya yang 21 tahun ia telah menjadi ceh inti pada grup legendaris yang berasal dari daerah Toa itu.
Konadi mengatakan menjadi seorang ceh mesti terampil dan memiliki kreativitas yang tinggi, harus memiliki refleksi dalam menciptakan syair pada keadaan yang ramai dan mampu memikirkan jawaban atas pertanyaan grup didong lawan.
"Bagi saya memang didong itu adalah darah saya, saya sangat menikmati proses terjadinya didong jalu, saya cukup senang dan bahagia melakukannya," kata Konadi.
Konadi juga menjelaskan bahwa ia bersama timnya merupakan generasi ke-4 penerus dari Grup Didong Siner Pagi, dengan para anggotanya yang kebanyakan generasi milenial mereka menyuguhkan modernisasi terhadap Kesenian Tradisional Didong namun tidak mengesampingkan ciri khas grup itu sendiri.
"Kami merupakan generasi ke-4, saya cukup bangga karena bisa melanjutkan perjalanan grup Siner Pagi ini, karena menjadi bagian sejarah dari perjalanan grup ini." Ungkapnya.
Ia sudah banyak berhadapan dengan grup-grup didong, saat ditanya siapa lawan terberat yang pernah di hadapi, ia hanya mengatakan grup Bayaku dari Kebayakan serta Teruna Jaya dari Toweren.
Keterampilanya dalam mendendangkan syair-syair, dan kata-kata yang indah penuh makna serta mudah dipahami, mengingatkan para penggemar pada Almarhum Ceh To'et pendahulunya yang amat dicintai masyarakat Gayo.
Editor : Jamaluddin