BANDA ACEH, iNewsPortalAceh.id- Polda Aceh mengungkap kasus tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) yang melibatkan dua warga Aceh Timur (22/1/2024).
Kapolda Aceh Irjen Achmad, melalui Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Winardy, menyatakan bahwa dua pelaku, KDI (48) dan MHB (24), berhasil ditangkap di Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur, pada Jumat, 19 Januari 2024.
KDI, seorang aparatur sipil negara (ASN) di kantor camat di Aceh Timur, dan MHB, anak kandungnya, terlibat dalam penyimpanan dan perniagaan satwa dilindungi.
Pengungkapan ini bermula dari penyelidikan Tim Unit 2 Subdit IV Tipidter terkait dugaan tindak pidana KSDAE.
Informasi dari masyarakat juga menjadi kunci dalam menangkap para pelaku yang berencana melakukan transaksi satwa dilindungi.
Winardy menjelaskan bahwa KDI sebagai pemilik dan MHB sebagai supir yang membantu membawa barang bukti tersebut.
Barang bukti, seperti satu lembar kulit harimau sumatera utuh, tulang belulang, dan tengkorak, ditemukan dalam mobil Toyota Avanza warna hitam tanpa STNK.
Pelaku dijerat pasal 21 ayat (2) huruf b dan d Jo pasal 40 ayat (2) Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo pasal 55 ayat (1) ke-I KUHPidana.
Ancaman hukuman mencakup penjara maksimal 5 tahun dan denda sebesar Rp100 juta.
Polda Aceh berkomitmen untuk mengungkap seluruh jaringan pelaku, dari penyedia hingga pemesan, guna menjaga ekosistem alam yang terancam setelah berhasil mengungkap pelaku utama, KDI dan MHB.
Kapolda Aceh Irjen Achmad, melalui Dirreskrimsus Kombes Winardy, menjelaskan bahwa barang bukti, termasuk kulit harimau sumatera utuh, tulang belulang, dan tengkorak, ditampung di Medan.
Polda Aceh berkomitmen untuk melakukan profiling dan mengejar seluruh jaringan pelaku, dari penyedia hingga pemesan, guna memberantas praktik ilegal yang merugikan ekosistem alam.
Dalam penangkapan tersebut, satu unit mobil Toyota Avanza warna hitam tanpa STNK juga berhasil disita sebagai bagian dari barang bukti.
Kedua pelaku dijerat dengan pasal 21 ayat (2) huruf b dan d Jo pasal 40 ayat (2) Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo pasal 55 ayat (1) ke-I KUHPidana.
Ancaman hukuman yang dihadapi kedua pelaku mencakup penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Polda Aceh memastikan akan terus mengawasi dan menindak tegas praktik ilegal yang dapat merugikan keberlanjutan hayati dan ekosistem di wilayah Aceh.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait