DUBAI, iNewsPortalAceh.id - Dubai dan wilayah Uni Emirat Arab lainnya dilanda banjir terbesar sejak 1949, mengubah negara padang pasir tersebut menjadi seperti lautan.
Cuaca ekstrem benar-benar melumpuhkan Dubai yang di dalamnya terdapat salah satu bandara paling sibuk di dunia.
Kantor berita WAM menyebut hujan pada Selasa hingga Rabu sebagai peristiwa cuaca bersejarah yang melampaui apa pun yang terdokumentasikan sejak dimulainya pengumpulan data pada 1949.
Banjir besar saat itu terjadi sebelum ditemukan minyak mentah di negara kaya energi.
Data meteorologi di Bandara Internasional Dubai mengungkap, hujan mulai turun pada Senin (15/4/2024) malam, membasahi padang pasir dan jalan raya Dubai dengan curah hujan sekitar 20 mm.
Namun badai meningkat pada Selasa sekitar pukul 09.00 waktu setempat yang berlangsung sepanjang hari. Hujan air juga disertai dengan hujan es.
Hingga Selasa malam, curah hujan tercatat melonjak menjadi lebih dari 142 mm selama 24 jam terakhir.
Ini jauh di atas rata-rata tahunan curah hujan di Dubai. Data meteorologi mengungkap, rata-rata curah hujan di Dubai mencapai 94,7 mm per tahun.
Artinya, hujan dalam 1,5 tahun ditumpahkan hanya dalam 24 jam di Dubai.
Lantas, bagaimana bisa negara padang pasir seperti UEA menerima curah hujan yang tinggi?
Sebenarnya cuaca buruk tak hanya dialami UEA, melainkan juga negara tetangga. Kondisi Oman bahkan lebih parah, banjir besar menewaskan 20 orang.
Hujan lebat dengan intensitas luar biasa juga terjadi di Arab Saudi, Bahrain, dan Qatar.
Soal penyebab banjir, sempat muncul spekulasi bahwa ada kesalahan perhitungan dalam penyemaian awan atau hujan buatan menggunakan pesawat kecil melintasi awan untuk menyebarkan garam.
UEA sangat bergantung pada fasilitas desalinasi atau penyulingan air laut menjadi air tawar yang membutuhkan banyak energi guna menyediakan air bersih.
Upaya lain adalah melakukan penyemaian awan untuk meningkatkan persediaan air tanah yang semakin berkurang dan terbatas.
Beberapa laporan, mengutip pakar meteorologi di Pusat Meteorologi Nasional UEA mengungkap, sebelum hujan turun pada Senin malam, otoritas melakukan enam hingga tujuh kali penerbangan untuk menyemai awan.
Data pelacakan penerbangan menunjukkan, satu pesawat penyemai awan terbang melintasi penjuru UEA pada Senin.
Para ahli berpendapat, badai yang menghasilkan hujan di atas rata-rata tersebut sudah diperkirakan sebelumnya.
Selain itu, penyemaian awan tidak akan bisa menyebabkan banjir separah itu. Jeff Masters, ahli meteorologi Yale Climate Connections, mengatakan banjir di Dubai disebabkan oleh sistem tekanan rendah sangat kuat yang menyebabkan banyak badai petir hebat.
“Anda tidak memerlukan penyemaian awan untuk memperhitungkan rekor banjir besar di Dubai,” kata Masters, dikutip dari Associated Press.
Para ilmuwan juga mengatakan perubahan iklim secara umum bertanggung jawab atas terjadinya badai ekstrem, kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan di seluruh dunia.
Dubai baru saja menjadi tuan rumah perundingan iklim COP28 PBB tahun lalu.
Meningkatnya suhu dan dampak lain dari pemanasan global telah lama dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan di kawasan Timur Tengah yang sudah terpanggang.
Bandara Internasional Dubai lumpuh, terpaksa membatalkan atau menunda semua penerbangan pagi Rabu kemarin karena landasan tergenang.
Selain itu para penumpang tak bisa mengakses bandara karena akses jalan terputus.
CEO Bandara Internasional Dubai Paul Griffiths mengatakan beberapa pesawat yang parkir terpaksa dipindah ke Bandara Internasional Al Maktoum di Dubai World Central.
“Ini masih merupakan masa yang sangat menantang. Dalam ingatan saya, belum pernah ada orang yang melihat kondisi seperti ini,” kata Griffiths.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait