JAKARTA, iNewsPortalAceh.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan penyebab wilayah Aceh sering diguncang gempa.
Tercatat beberapa kali gempa kuat telah mengguncang Aceh seperti tadi pagi yang berkekuatan M6,4.
“Perlu kita ketahui semua bahwa wilayah Provinsi Aceh ini baik di darat maupun di laut merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks karena memang terletak pada jalur sumber gempa aktif ya,” ujar Plt Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono saat konferensi pers secara virtual, Sabtu (24/9/2022).
Daryono mengatakan segmen aktif yang ada di Aceh di antaranya Andaman-Aceh, Segmen Seulimeum, dan Segmen Tripa.
“Di sini ada Segmen Andaman-Aceh kemudian memiliki magnitudo tertarget 9,2 dengan laju penunjaman 50 hingga 60 mm per tahun. Dan di daratan sudah terdapat segmen sesar Seulimeum dan segmen sesar Aceh yang memiliki magnitudo hingga tertarget 7,5,” jelas Daryono.
Apalagi, kata Daryono, dalam katalog BMKG mencatat Aceh pernah terjadi gempa-gempa kuat yang bahkan menyebabkan tsunami sebanyak 6 kali.
“Nah, satu hal yang perlu kita pahami bersama bahwa di wilayah Aceh ini memang secara historis itu memang sudah terjadi beberapa kali tsunami karena katalog BMKG mencatat bahwa gempa besar yang menyebabkan tsunami telah terjadi pada beberapa tahun, sekitar 6 kali yang kami catat sejak 1800.”
“Jadi tsunami 1861, 1886, 1907, 2004 yang paling besar, kemudian 2005 yang di Nias Utara, kemudian dan 2012 ini di daerah yang lebih jauh dari daratan Aceh tapi di sesar aktifnya sehingga tsunami tidak terlalu besar,” paparnya.
Bahkan, Daryono mengungkapkan bahwa dari hasil kajian tsunami purba juga menjadi bukti terjadinya tsunami pada masa prasejarah bahwa di Aceh pada tahun periode 1100 hingga 1390 masehi juga telah terjadi beberapa kali tsunami.
“Ini menunjukkan bahwa keberulangan tsunami di Aceh itu sudah seringkali terjadi, ini yang harus menjadikan kewaspadaan bahwa setiap terjadi gempa signifikan seperti pagi ini, kita perlu mewaspadai ya. Dan jika masyarakat pantai merasakan ada getaran kuat lebih baik melakukan evaluasi mandiri dengan menjadi dari pantai,” katanya.
Daryono melanjutkan beberapa segmen aktif di Aceh tidak hanya di laut namun juga darat yang sering menjadi penyebab gempa di wilayah itu.
“Tidak hanya di laut, di darat kita juga mencatat adanya jalur sesar besar Sumatera yang terbagi dalam Segmen Aceh, Segmen Seulimeum, dan Segmen Tripa. Dan segmen segmen Tripa ini yang kemarin memicu gempa 3 kali dan signifikan.”
“Kalau kita melihat Segmen Tripa itu pernah memicu gempa berkekuatan 7,3 pada 1936 dan menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Ini yang menjadi kewaspadaan kita dengan meningkatnya Segmen Tripa akhir-akhir ini. Kemudian Seulimeum sendiri sudah pernah memicu gempa tahun 1964 berkekuatan 6,5 yang merusak,” katanya.
Daryono mengingatkan bahwa jika dilihat dari aktivitas kegempaan di Aceh, perlu diwaspadai mengingat sudah lama tidak terjadi gempa yang justru berpotensi mengeluarkan kekuatan gempa yang besar.
“Dan kalau kita melihat catatan aktivitas gempa di segmen Aceh itu kita menilai sebagai sebuah segmen yang sismik gap karena di zona ini, di jalur sesar segmen Aceh ini sudah lama sekali tidak terjadi gempa. Dan ini patut kita waspadai bersama. Dan kemudian kita ingat gempa kuat di Pidie Jaya tahun 2016 ya, 7 Desember juga merusak meskipun kekuatannya 6,5 saat itu menimbulkan korban jiwa sebanyak 102 orang meninggal dunia,” kata Daryono.
Daryono pun mengingatkan potensi gempa yang terjadi di Aceh harus dijadikan mitigasi konkret untuk mengurangi bahaya dan resiko. Salah satunya membangun bangunan tahan gempa.
“Jika belum mampu dengan struktur yang kuat dan berbiaya lebih tinggi, lebih baik membangun bangunan yang berbahan ringan dari kayu dan bambu yang di desain. Karena berdasarkan catatan berbagai kasus gempa itu banyak rumah roboh, tetapi rumah kayu yang di desain ringan itu lebih aman terhadap gempa. Dan kalau kita melihat pentingnya bangunan tahan gempa ini perlu kita wujudkan sebagai upaya mitigasi,” paparnya.
Editor : Jamaluddin