MAKKAH, iNewsPortalAceh.id– Setiap tahun wakaf Baitul Asyi, lembaga yang mengelola dana wakaf Habib Bugak Asyi di Kota Makkah, disalurkan kepada jamaah haji asal Aceh.
Musim haji tahun ini, sebanyak 5.850 orang menerima dana wakaf dari Baitul Asyi.
5.850 orang itu terdiri dari 4.716 jamaah haji asal Aceh, ditambah 1.134 tenaga musiman (temus) dan mahasiswa asal Aceh.
Pembagian dana itu dilakukan usai salat Asar di Baitul Asyi Misfalah. Pembagian dana dibagi menjadi beberapa tahap.
Untuk awal, dibagi kepada jamaah kloter 2. Setiap jamaah mendapatkan 1.500 riyal atau Rp6,5 juta dan mushaf Alquran.
“Saya sangat senang sekali mendapat uang dari wakaf Baitul Asyi. Rencananya, sebagian uang ini juga akan kami wakafkan di kampung halaman,” ujar salah satu jamaah asal Bireun, Nina Rozanna, di Makkah, Minggu (2/6/2024).
Sementara itu, Kepala Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Pemerintah Aceh, Yusrizal berharap wakaf Baitul Asyi, ini bisa menjadi contoh bagi warga Aceh lain untuk terus berbuat kebaikan.
“Memotivasi kita sekalian untuk tetap berwakaf sekecil apapun dalam bentuk apapun,” ujar Yusrizal di lokasi pembagian wakaf.
Pemerintah Provinsi Aceh sebelumnya mendata warganya yang akan pergi haji tahun ini. Data tersebut lalu dikirimkan ke nadzir atau pengelola wakaf.
Setelah itu data tersebut akan diproses untuk pemberian wakaf yang dilakukan setiap setahun sekali setiap musim haji.
Setelah dilakukan pendataan, pemerintah Aceh akan memberikan kartu kepada para penerima wakaf sebelum mereka berangkat ke Makkah.
“Kartu tersebut harus dibawa untuk ditukarkan saat menerima wakaf,” pungkasnya.
Sosok Habib Bugak Asyi.
Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi atau dikenal sebagai sosok Habib Bugak Asyi berasal dari Makkah, dan berkunjung ke Aceh pada tahun 1760 saat masa pemerintahan Sultan Alauddin Mahmud Syah I.
Habib Bugak menetap di Aceh dan menjadi orang kepercayaan sultan Aceh pada masa itu. Bugak sendiri merupakan julukan khusus yang disematkan kepada para tokoh agama di Aceh.
Saat ini, nama Bugak juga diabadikan menjadi nama jalan di Kabupaten Birueun, Aceh. Saat tinggal di Aceh, Habib Bugak Asyi menjadi inisiator penggalangan dana dari masyarakat Aceh.
Setelah dana terkumpul dengan sistem transparan, Habib Bugak Asyi kembali ke tanah kelahirannya di Makkah pada 1809 untuk membeli tanah di sekitar Masjidil Haram.
Pembelian tanah wakaf menggunakan dana umat dan tambahan dari uang pribadinya.
Setelah beli tanah, ia membangun rumah singgah untuk masyarakat Aceh yang menunaikan haji. Tanah wakaf dan rumah diberi nama Baitul Asyi yang artinya Rumah Aceh.
Sebagai pembuktian dedikasi Habib Bugak Asyi untuk umat Islam, ia berikrar wakaf di depan Hakim Mahkamah Syar’iyah Makkah.
"Rumah tersebut (Baitul Asyi) dijadikan tempat tinggal jamaah haji asal Aceh yang datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan juga tempat tinggal orang asal Aceh yang menetap di Makkah. Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Makkah untuk haji, maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri atau mahasiswa) Jawi.”dilansir situs acehprov.go.id.
Jawi adalah istilah untuk menyebut pelajar atau mahasiswa yang datang dari Asia Tenggara untuk menuntut ilmu di Makkah.
Kisah Habib Bugak Asyi saat ini masih diceritakan turun temurun hingga sekarang.
Di masa lalu, ia menyampaikan ikrar wakaf secara detail bahwa jika Baitul Asyi tidak dapat digunakan lagi sebagai rumah singgah untuk penduduk Aceh, maka rumah wakaf dan manfaatnya boleh digunakan untuk para mahasiswa asli Makkah.
Jika tidak ada mahasiswa asli Makkah yang menggunakan fasilitas wakaf, maka manfaatnya boleh dipakai untuk membiayai keperluan Masjidil Haram.
Jadi, wakaf rumah singgah memiliki manfaat beragam dan abadi.
Editor : Jamaluddin