Penulis Oleh: Muhammad Syawal Djamil.
*Praktisi Pendidikan*
TERHITUNG mulai tahun pelajaran baru, 2024/2025, Kurikulum Merdeka resmi ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) sebagai kurikulum nasional Indonesia yang akan berlaku untuk semua satuan pendidikan di seluruh indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
Perubahan kurikulum Merdeka yang disiapkan sejak tahun 2020 itu menggantikan Kurikulum 2013 (K-13) menandai langkah baru dalam perjalanan pembaruan pendidikan Indonesia, dimana dalam implementasinya Kurikulum Merdeka terasa lebih menyenangkan dan membahagiakan bagi para guru dan sekolah-sekolah.
Kurikulum Merdeka merupakan terobosan dari pemerintah yang menawarkan konsep pembelajaran yang lebih fleksibel, sederhana dan adaptif dengan kebutuhan zaman.
Pun sistem pendidikan yang diusung dalam Kurmer memiliki korelasi dengan dunia kerja dan kemajuan teknologi serta memberikan kesempatan yang lebih baik bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar global saat ini.
Satu hal positif dari sekian banyak hal positif lainnya dari Kurikulum Merdeka adalah dorongan pendidikan yang inklusi dan kesetaraan dalam pendidikan.
Pendidikan inklusi merujuk pada pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan anak-anak dengan kebutuhan khusus ke dalam lingkungan pendidikan umum bersama dengan anak-anak lainnya, tanpa membedakan berdasarkan karakteristik atau kondisi mereka.
Prinsip utama dari pendidikan inklusi adalah bahwa setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau berbeda, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermakna, relevan, dan berkualitas.
Sebenarnya dari dulu, atensi pemerintah terhadap pendidikan inklusi sudah tampak wujudnya. Hal ini terlihat dari Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama- sama dengan peserta didik pada umumnya.
(kurikulum.kemdikbud.go.id)
Pendidikan inklusi merupakan sebuah model dan konsep pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama peserta didik lainnya yang tidak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, cultural, maupun bahasa (Leni, 2008: 202).
Inklusi sendiri memiliki makna sebagai adalah sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda, meliputi: karakteristik, kondisi fisik, kepribadian, status, suku, budaya dan lain sebagainya.
Pola pikir ini selanjutnya berkembang seiring dengan masuknya konsep tersebut dalam kurikulum di satuan pendidikan, sehingga pendidikan inklusif menjadi sebuah sistem yang menghadirkan layanan pendidikan yang proporsional bagi setiap peserta didik.
Namun sayangnya, wujud eksklusivitas dalam pendidikan kita menghambat kesempatan bagi peserta didik atau anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan yang layak.
Sikap eksklusivitas inilah yang semakin membuat anak kurang beruntung dan berkebutuhan khusus semakin termarjinalkan.
Padahal, seyogyanya pendidikan kebutuhan bagi setiap individu anak untuk mencapai kesejahteraan sosialnya seiring pertambahan usianya.
Tak terkecuali anak-anak yang kurang beruntung baik dalam segi fisik maupun mental.
Tapi realitas di lapangan, anak-anak yang kurang beruntung dan berkebutuhan khusus menjadi anak yang dapat dikatakan mendapat pengecualian dan terpinggirkan.
Nah, Kurikulum Merdeka yang tengah diterapkan –dan sudah diresmikan sebagai kurikulum nasional– dalam sistem pendidikan di Indonesia, memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung, terutama dalam konteks mengembangkan sistem pendidikan yang lebih merata dan inklusif di Indonesia.
Dalam implementasinya, Kurikulum Merdeka yang mengakomodir dan mewadahi seluruh peserta didik dari apapun latar belakangnya termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusi, di mana setiap siswa merasa diterima dan mampu berkembang secara optimal.
Maka itu, adanya pengesahan kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional menjadi angin segar bagi masyarakat dan pemangku kepentingan di satuan pendidikan.
Salah satu alasannya adalah terletak pada pendekatan Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel memungkinkan adanya penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa.
Yang mencakup berbagai gaya belajar, kebutuhan khusus, dan keberagaman kemampuan siswa.
Ini berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang membuat pendidikan kita yang lebih eksklusifitas. Dengan demikian, kurikulum ini dapat mendukung upaya untuk mengatasi disparitas dalam pendidikan dan menciptakan kesetaraan akses terhadap pembelajaran yang bermakna bagi semua siswa.
Disamping itu, Kurikulum Merdeka yang berbasis pada pembelajaran sepanjang hayat mendukung pendidikan inklusi dengan mempromosikan pendekatan pembelajaran yang holistik dan berkelanjutan.
Ini tidak hanya mencakup pembelajaran akademis di dalam kelas, tetapi juga pembelajaran praktis di luar kelas yang melibatkan komunitas dan lingkungan.
Pendekatan ini membantu mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia nyata dengan lebih baik, sambil memperkuat nilai-nilai inklusi dalam interaksi mereka dengan masyarakat luas.
Semoga saja, melalui kurikulum ini harapan untuk mengurangi disparitas dalam pendidikan dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas.
Dan, dengan terus mengembangkan kedua konsep ini secara bersamaan, kita dapat memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi secara positif dalam masyarakat.
Editor : Jamaluddin