Disuntik Modal Rp53,3 Miliar, PDAM Tirta Krueng Meureudu Masih Tekor Rp31,5 Miliar

PIDIE JAYA, iNewsPortalAceh.id – Sejak berdiri lewat Qanun Nomor 5 Tahun 2010, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Krueng Meureudu sudah menerima suntikan modal berupa aset senilai lebih dari Rp53,3 miliar dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie Jaya dan hibah Pemerintah Pusat.
Namun, laporan keuangan audited hingga akhir 2024 justru mencatat perusahaan pelat merah ini masih menanggung akumulasi kerugian mencapai Rp31,5 miliar.
Ironisnya, penyertaan modal jumbo itu belum sepenuhnya memiliki payung hukum daerah berupa qanun khusus.
Serah terima aset baru dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) pada 2015, 2019, dan 2020, meski aset sudah dialihkan sejak awal 2010.
Aset Besar, Neraca Merah.
Laporan neraca PDAM yang disampaikan ke Badan Pemeriksaan Keuangan Daerah (BPKD) mencatat: Kekayaan Pemda yang dipisahkan: Rp16,04 miliar Penyertaan Pemerintah Pusat: Rp37,27 miliar Akumulasi kerugian: Rp31,55 miliar Rugi tahun berjalan 2024: Rp3,21 miliar Dengan demikian, saldo ekuitas per 31 Desember 2024 hanya tersisa Rp18,54 miliar.
Pemkab Pidie Jaya bahkan masih menambah modal Rp100 juta pada tahun anggaran 2024, namun tak cukup membalikkan kinerja keuangan yang terus merugi.
Rincian Suntikan Aset
BAST pertama ditandatangani pada 2015 dengan nilai aset Rp15,74 miliar, berupa jaringan pipa distribusi, instalasi air bersih, hingga sambungan rumah komunal di sejumlah kecamatan.
Kemudian, pada 2019, PDAM menerima hibah dari Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR senilai Rp2,28 miliar dan Rp34,99 miliar.
Hibah ini mencakup jaringan distribusi kapasitas sedang hingga besar serta instalasi air permukaan. Total penyertaan modal yang tercatat hingga 2024 mencapai Rp53,31 miliar.
Manajemen: Rugi karena Penyusutan Aset
Direktur PDAM Tirta Krueng Meureudu, Cut Faisal, membenarkan laporan kerugian tersebut.
Ia menyebut faktor utama kerugian disebabkan oleh penyusutan aset yang nilainya lebih besar daripada pendapatan tahunan.
“Pendapatan kita tidak mampu melampaui nilai penyusutan yang sudah ditetapkan setiap tahun. Jadi secara neraca memang terlihat rugi,” ujar Cut Faisal.
Ia juga menjelaskan sebagian aset yang dialihkan dari kabupaten induk tidak melalui audit aset secara detail.
“Idealnya, sebelum diserahkan harus dilakukan audit untuk menghitung kembali nilai perolehan. Tapi yang tercatat sekarang adalah perhitungan normatif sesuai aturan akuntansi,” katanya.
Meski manajemen beralasan kerugian lebih bersifat akuntansi, publik menyoroti efektivitas penggunaan dana puluhan miliar rupiah tersebut.
Pasalnya, dengan penyertaan modal begitu besar, layanan air bersih di Pidie Jaya belum optimal.
Kini, bola panas ada di tangan Pemkab Pidie Jaya: apakah akan menempuh langkah perbaikan manajemen, menata ulang regulasi penyertaan modal, atau terus menggelontorkan dana demi menyelamatkan PDAM yang masih terjebak dalam lingkaran kerugian.
Editor : Jamaluddin