Miris! Belajar di Sekolah Keropos, Siswa SD di Aceh Bertahan di Tengah Tiang Lapuk dan Kursi Reyot

ACEH SELATAN, iNewsPortalAceh.id – Potret getir pendidikan di pelosok kembali tersingkap. Di saat pemerintah gencar bicara digitalisasi pendidikan, siswa SD Negeri Panton Luas di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, justru berjuang menuntut ilmu di bangunan yang nyaris roboh.
Sekolah kecil yang berjarak hanya 7 kilometer dari pusat kota Tapaktuan ini berdiri di atas tanah yang sunyi, dengan dinding lapuk, tiang kayu dimakan rayap, dan kursi-kursi reyot yang bergoyang setiap kali diduduki.
Namun di balik rapuhnya fisik bangunan, semangat para guru dan murid tetap tegak — menolak menyerah pada keadaan.
“Kami hanya berharap sekolah ini segera diperbaiki. Banyak tiang sudah keropos, dinding lapuk, dan kursi nyaris patah. Tapi anak-anak tetap datang dengan semangat,” tutur Suwarti, S.Pd SD, Kepala SD Negeri Panton Luas, penuh harap saat ditemui Selasa (14/10/2025).
Suwarti mengungkapkan, meski kondisi sekolahnya kian memprihatinkan, ia dan para guru berusaha menghadirkan pembelajaran terbaik.
Namun, mereka kini dihadapkan pada tantangan baru: keterbatasan alat bantu digital.
“Sekarang pembelajaran sudah berbasis teknologi. Kami sangat butuh infocus atau proyektor. Anak-anak ingin bisa tampil dan belajar seperti sekolah lain,” ujarnya lirih.
Ironisnya, sekolah ini belum tersentuh fasilitas pendidikan modern, padahal di sisi lain, akses internet berbasis satelit Starlink justru sudah hadir di desa itu!
“Alhamdulillah, sudah setahun ini masyarakat di sini pakai Starlink. Tiap rumah bisa pasang Wi-Fi, biayanya Rp150 ribu per bulan. Tapi sinyal HP? Masih nihil,” ungkapnya sambil tersenyum getir.
Koneksi internet dari langit itu menjadi penyelamat tunggal bagi siswa di SDN Panton Luas untuk tetap terkoneksi dengan dunia luar — meski mereka masih belajar di ruang kelas yang nyaris ambruk.
Dinding lapuk, kursi goyang, dan atap bocor sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Namun di antara keterbatasan itu, tawa anak-anak tetap pecah setiap pagi.
Mereka membaca, berhitung, dan bercita-cita besar — di ruang kelas yang bahkan rayap pun enggan tinggalkan.
“Kami cuma ingin anak-anak bisa belajar nyaman dan tak tertinggal. Tidak harus mewah, asal aman dan layak,” ucap Suwarti, menatap bangunan sekolahnya yang renta.
Kondisi SDN Panton Luas menjadi cermin nyata bahwa ketimpangan kualitas pendidikan bukan hanya soal jarak, tapi juga prioritas.
Editor : Jamaluddin