Semar Institut Kecam Narasi Ferry Irwandi Soal Bencana Sumatera: Jangan Eksploitasi Derita Korban
JAKARTA. iNewsPortalAceh.id - Direktur Eksekutif Semar Institut, Tunjung Budi, mengecam keras pernyataan konten kreator Ferry Irwandi terkait situasi bencana di sejumlah wilayah Sumatera, termasuk banjir Aceh.
Narasi Ferry yang menyebut adanya dugaan pemerkosaan di lokasi bencana serta tudingan bahwa negara tidak hadir dinilai tidak bertanggung jawab, menyesatkan, dan berpotensi memperkeruh suasana psikologis para korban.
Menurut Tunjung, bencana adalah tragedi kemanusiaan yang seharusnya disikapi dengan empati dan kehati-hatian, bukan dijadikan bahan konten dengan narasi yang sensasional.
“Pernyataan Ferry Irwandi sangat gegabah dan berbahaya. Mengangkat isu dugaan pemerkosaan tanpa dasar data yang jelas, lalu disebarkan di tengah kondisi masyarakat yang masih trauma akibat bencana, itu bisa menimbulkan kepanikan dan luka sosial baru,” ujar Tunjung Budi dalam keterangannya, Minggu (7/12/2025).
Ia menilai, penyebaran informasi sensitif tanpa verifikasi yang memadai menunjukkan rendahnya tanggung jawab moral dalam bermedia. Apalagi informasi tersebut hanya bersumber dari cerita atau voice note yang kebenarannya belum teruji.
“Jika memang ada dugaan tindak pidana, mekanisme yang benar adalah melalui aparat penegak hukum. Bukan dengan menggiring opini publik melalui konten media sosial. Ini menyangkut martabat korban dan ketertiban sosial di wilayah terdampak,” tegasnya.
Tunjung juga mengkritik keras tudingan Ferry yang menyebut negara tidak hadir dalam penanganan bencana. Ia menilai pernyataan tersebut tidak objektif dan mengabaikan kerja-kerja nyata di lapangan.
“Faktanya, negara hadir melalui BNPB, TNI, Polri, pemerintah daerah, hingga relawan yang bekerja tanpa henti. Kritik itu sah, tetapi harus berbasis data dan proporsional, bukan dibangun dari asumsi yang berujung pada politisasi,” jelasnya.
Lebih jauh, Tunjung yang juga mantan Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Padang ini mengingatkan agar tragedi kemanusiaan tidak dijadikan alat untuk kepentingan politik maupun pencitraan pribadi.
“Bencana harus menjadi momentum memperkuat solidaritas dan gotong royong, bukan dijadikan panggung untuk membangun narasi politik tertentu. Jika ini terus dibiarkan, yang dirugikan adalah para korban dan kepercayaan publik,” katanya.
Ia pun mengimbau para konten kreator untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam memproduksi informasi, terutama yang menyangkut isu bencana dan kekerasan terhadap perempuan.
“Pengaruh konten kreator hari ini sangat besar. Karena itu, empati, akurasi, dan etika harus menjadi pedoman utama,” pungkas Tunjung.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar