Akademisi USK Soroti Bentrok Penyaluran Bantuan: Semua Pihak Menahan Diri dan Fokus pada Kemanusian
BANDA ACEH, iNewsPortal.id — Akademisi dan pengamat politik Aceh Dr Effendi Hasan, MA sangat menyesalkan dan menyayangkan terjadinya bentrok antara aparat TNI dan masyarakat (pada 25 Desember 2025) dalam proses penyaluran bantuan kemanusiaan bencana Sumatra yang dilakukan secara berkonvoi dengan membawa bendera Aceh.
Insiden tersebut dinilai sebagai peristiwa yang seharusnya tidak terjadi, terlebih di tengah kondisi darurat kemanusiaan yang menuntut solidaritas dan empati bersama.
Dr Effendi Hasan MA menegaskan dalam situasi bencana, orientasi utama seluruh pihak semestinya adalah keselamatan dan pemulihan masyarakat terdampak, bukan perbedaan tafsir simbolik maupun kesalahpahaman di lapangan.
“Penyaluran bantuan kemanusiaan harus ditempatkan sebagai ruang netral, bebas dari ketegangan simbolik maupun kecurigaan politik. Ketika bantuan berubah menjadi arena konflik, maka yang dirugikan adalah korban bencana itu sendiri,” ujar Dr Effendi Hasan, MA yang merupakan juga Dosen Prodi Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (USK).
Ia menekankan bahwa aparat keamanan memiliki tanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan, sementara masyarakat juga memiliki hak untuk mengekspresikan identitas kedaerahannya sepanjang dilakukan secara damai dan tidak provokatif. Oleh karena itu, pendekatan persuasif dan komunikasi dialogis harus dikedepankan, bukan tindakan represif yang berpotensi memperlebar jarak antara negara dan masyarakat, cukuplah sejarah konflik panjang Aceh selama 32 tahun yang lalu menjadi Pengalaman yang berharga untuk tidak terulang kembali.
Dr Effendi Hasan, MA juga mengingatkan bahwa Aceh memiliki sejarah panjang yang mengajarkan pentingnya sensitivitas sosial dan kearifan lokal dalam setiap kebijakan dan tindakan di lapangan.
“Kita tidak boleh membiarkan trauma lama muncul kembali hanya karena miskomunikasi dan absennya pendekatan humanis. Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan sebagai pihak yang menimbulkan rasa takut di tengah warga yang sedang berduka,” tegasnya.
Akademisi USK menegaskan bahwa penyaluran bantuan kemanusiaan tidak boleh ditarik ke dalam arena kontestasi politik maupun simbolik. Aparat negara, masyarakat sipil, dan seluruh elemen lokal perlu menahan diri serta mengedepankan prinsip proporsionalitas, komunikasi dialogis, dan sensitivitas sejarah Aceh.
Dalam konteks ini, negara juga dituntut hadir dengan pendekatan yang persuasif dan berbasis kearifan lokal, bukan semata pendekatan keamanan. Sebaliknya, masyarakat sipil dan kelompok lokal diharapkan tidak membuka ruang bagi manipulasi simbol yang dapat dimaknai beragam dan berujung pada eskalasi konflik horizontal.
Aceh telah membayar harga mahal akibat konflik di masa lalu. Maka, setiap indikasi upaya memecah belah—baik melalui simbol, narasi elit vs grassroot, maupun politisasi bencana—harus dihadapi dengan kedewasaan politik dan kejernihan berpikir kolektif. Fokus utama saat ini adalah kemanusiaan, bukan adu tafsir identitas.
Ia mendorong adanya evaluasi internal dan koordinasi lintas pihak—antara aparat keamanan, pemerintah daerah, dan elemen masyarakat sipil—agar penyaluran bantuan ke depan dapat berlangsung lebih tertib, aman, dan bermartabat.
Menutup pernyataannya, Dr Effendi Hasan MA mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk menahan diri, menjaga ketenangan, serta tidak terpancing oleh narasi yang berpotensi memecah belah.
“Saat ini bukan waktunya saling menyalahkan. Fokus kita harus satu: menyelamatkan manusia, memulihkan kehidupan, dan menjaga Aceh tetap damai.” Mari kita sama-sama menjaga Aceh untuk kemaslahatan kita semua ajakan Dr. Effendi Hasan, MA saat menutup pandangannya.
Editor : Suriya Mohamad Said