JAKARTA, iNews.id - Sejarah besar dan kelam pernah menyelimuti China pada 1945. Negara tersebut mengalami perang saudara lantaran perebutan kekuasaan antara kelompok nasionalis Kuomintang, yang berada di bawah kendali Chiang Kai Shek, melawan komunis pimpinan Mao Zedong.
Perang saudara yang dimenangkan kubu komunis tersebut merenggut sekitar 9 juta nyawa. Usai kemenangan pada 1949, Mao Zedong menjadi pemimpin di China Daratan.
Dia mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat China (People’s Republic of China), menggantikan pemerintahan Republik China yang telah ada lebih dulu.
Sementara itu, kubu Kuomintang melarikan diri ke Taiwan. Situs resmi pemerintah Taiwan mengungkap, sekitar 1,2 juta orang pindah dari daratan China ke Taiwan pada 1949.
Pemerintahan Republik China (Republic of China/ROC) pun turut pindah ke wilayah itu. Darurat militer juga diumumkan oleh Taiwan dan berlangsung hingga 1987.
Banyak pihak menyebut era kepemimpinan Mao adalah masa-masa paling kelam di Negeri Tirai Bambu. Melihat China jatuh ke tangan komunis, Amerika Serikat (AS) tak tinggal diam dan berupaya membantu Taiwan.
Taiwan memilih untuk beralih ke jalur kanan, mengikuti AS serta memperkuat sistem demokrasi.
Perpecahan inilah yang masih berlangsung sampai saat ini dan Taiwan menganggap wilayahnya bukan bagian dari China lagi.
Melansir jurnal “Kajian Historis atas Kompleksitas Isu Taiwan dalam Hubungan China dan Amerika Serikat” (2014), China dan Taiwan mempunyai kedekatan geografis lantaran hanya dipisahkan Selat Taiwan.
Sementara itu, Taiwan jelas terimpit oleh dua kekuatan besar, yakni AS dan China. Bagi China, Taiwan tak ubahnya seperti pulau yang hilang karena berbagai ketegangan dan peperangan yang pernah terjadi di masa lalu.
Keyakinan serupa muncul dari para pemimpin China yang menganggap negaranya akan sangat makmur jika Taiwan kembali ke pangkuan.
Oleh karena itu, unifikasi Taiwan-China adalah mimpi besar yang terus berusaha dicapai. Wilayah Taiwan dan China Daratan pertama kali ditemukan pada tahun 230 pada masa Three Kingdoms.
Kemudian, saat Dinasti Ming (166-1644) berkuasa, imperialisme Eropa berkembang pesat di Asia dan dinasti pun berganti ke tangan Dinasti Qing.
Saat itu pula, Belanda menguasai Taiwan dan menjadikannya basis pasar yang mempertemukan pedagang Belanda, China, dan Jepang.
Namun Dinasti Qing menyerbu Belanda dan merebut kembali Taiwan pada 1662 karena merasa dieksploitasi. Sejarah berlanjut saat Jepang menjadikan Taiwan sebagai basis kekuatan militer semasa Perang Dunia II guna mengirimkan pasukan ke Asia Tenggara.
Pasca perang 1945, Taiwan dipaksa untuk kembali ke China. Sayangnya, tidak semua masyarakat Taiwan setuju, sebab selama masa pendudukannya, Jepang mencabut akar budaya Taiwan dan menggaungkan program Jepangisasi.
Pada 1971, PBB mengakui Republik Rakyat China sebagai satu-satunya perwakilan sah China di badan perdamaian dunia tersebut.
ROC pun menarik diri dari PBB. Sampai sekarang, Taiwan belum mendapat pengakuan dari seluruh negara di dunia, meskipun telah memiliki pemerintahan, bendera, serta mata uang sendiri.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait