ACEH SELATAN, iNewsPortalAceh.id — Dunia jurnalistik di Aceh Selatan tengah memanas. Sejumlah wartawan menyoroti dugaan tindakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Selatan yang disebut-sebut memblokir nomor salah satu jurnalis usai dimintai konfirmasi terkait pemberitaan.
Tindakan yang dianggap sepele itu kini berbuntut panjang.
Para jurnalis menyebut, sikap tersebut mencerminkan arogansi pejabat publik dan bertolak belakang dengan prinsip transparansi serta keterbukaan informasi yang dijamin undang-undang.
“Awalnya Dikira Gangguan Jaringan, Ternyata Diblokir!"
Kronologi bermula saat seorang jurnalis bernama Atik, yang selama ini aktif meliput kegiatan di lingkungan Dinas Pendidikan, mencoba menghubungi sang pejabat melalui WhatsApp untuk konfirmasi berita.
Namun, pesan tak kunjung dibalas. “Awalnya kami mengira gangguan jaringan, tapi setelah dicek pakai nomor lain, ternyata WhatsApp beliau aktif. Dari situ kami menduga nomor kami diblokir,” ujar Atik, Rabu (8/10/2025).
Menurut Atik, tindakan tersebut sangat tidak pantas dilakukan oleh pejabat publik.
“Kami bekerja menyampaikan informasi publik, bukan menyerang siapa pun. Kalau ada berita yang kurang berkenan, tinggal diklarifikasi. Tapi memblokir wartawan? Itu mencederai semangat keterbukaan informasi,” tegasnya.
Wartawan Datangi Kantor, Pejabat Tak Bisa Ditemui
Tim redaksi Bersuarakita mengaku sudah berupaya menelusuri ke Kantor Dinas Pendidikan Aceh Selatan untuk konfirmasi langsung.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Plt Kadis belum berhasil ditemui.
Dari informasi sejumlah staf, pejabat bersangkutan disebut sedang menjalankan tugas luar daerah hampir dua minggu terakhir.
Sementara itu, pihak humas dinas enggan memberikan komentar.
“Preseden Buruk bagi Hubungan Pemerintah dan Pers”
Menanggapi insiden itu, Ichdar Ifan, jurnalis iNews Media Group, menyebut tindakan seperti itu berbahaya bagi iklim komunikasi publik.
“Kalau benar ada pemblokiran, ini preseden buruk bagi hubungan pemerintah dan pers. Pejabat publik mestinya tidak alergi terhadap kritik. Konfirmasi wartawan itu bagian dari prinsip jurnalistik, bukan serangan pribadi,” katanya tegas.
Ichdar menambahkan, pejabat publik seharusnya menjadi contoh dalam menghargai kerja-kerja jurnalistik.
“Kalau pejabat mulai menutup akses informasi, bagaimana masyarakat bisa tahu apa yang terjadi di dalam institusinya?” sindirnya.
Melanggar Semangat UU Pers dan KIP
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kebebasan wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Sedangkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menegaskan kewajiban pejabat publik untuk memberikan akses informasi kepada masyarakat.
Jika dugaan pemblokiran nomor wartawan ini benar adanya, maka langkah tersebut dapat dinilai sebagai bentuk penghalangan komunikasi dan bertentangan dengan semangat transparansi publik.
Sorotan Publik dan Etika Pejabat
Kasus ini menjadi perhatian luas di kalangan jurnalis daerah, yang menilai hubungan antara pejabat dan media harus dibangun atas dasar keterbukaan, bukan keengganan berkomunikasi.
“Blokir wartawan itu sama saja dengan memblokir suara publik,” ujar seorang pegiat media di Tapaktuan dengan nada geram.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait