Dr Effendi Hasan, MA juga mengingatkan bahwa Aceh memiliki sejarah panjang yang mengajarkan pentingnya sensitivitas sosial dan kearifan lokal dalam setiap kebijakan dan tindakan di lapangan.
“Kita tidak boleh membiarkan trauma lama muncul kembali hanya karena miskomunikasi dan absennya pendekatan humanis. Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan sebagai pihak yang menimbulkan rasa takut di tengah warga yang sedang berduka,” tegasnya.
Akademisi USK menegaskan bahwa penyaluran bantuan kemanusiaan tidak boleh ditarik ke dalam arena kontestasi politik maupun simbolik. Aparat negara, masyarakat sipil, dan seluruh elemen lokal perlu menahan diri serta mengedepankan prinsip proporsionalitas, komunikasi dialogis, dan sensitivitas sejarah Aceh.
Dalam konteks ini, negara juga dituntut hadir dengan pendekatan yang persuasif dan berbasis kearifan lokal, bukan semata pendekatan keamanan. Sebaliknya, masyarakat sipil dan kelompok lokal diharapkan tidak membuka ruang bagi manipulasi simbol yang dapat dimaknai beragam dan berujung pada eskalasi konflik horizontal.
Aceh telah membayar harga mahal akibat konflik di masa lalu. Maka, setiap indikasi upaya memecah belah—baik melalui simbol, narasi elit vs grassroot, maupun politisasi bencana—harus dihadapi dengan kedewasaan politik dan kejernihan berpikir kolektif. Fokus utama saat ini adalah kemanusiaan, bukan adu tafsir identitas.
Ia mendorong adanya evaluasi internal dan koordinasi lintas pihak—antara aparat keamanan, pemerintah daerah, dan elemen masyarakat sipil—agar penyaluran bantuan ke depan dapat berlangsung lebih tertib, aman, dan bermartabat.
Menutup pernyataannya, Dr Effendi Hasan MA mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk menahan diri, menjaga ketenangan, serta tidak terpancing oleh narasi yang berpotensi memecah belah.
“Saat ini bukan waktunya saling menyalahkan. Fokus kita harus satu: menyelamatkan manusia, memulihkan kehidupan, dan menjaga Aceh tetap damai.” Mari kita sama-sama menjaga Aceh untuk kemaslahatan kita semua ajakan Dr. Effendi Hasan, MA saat menutup pandangannya.
Editor : Suriya Mohamad Said
Artikel Terkait
