get app
inews
Aa Text
Read Next : Kisah Perempuan Gaza Alami Pengalaman Buruk, Dipaksa Telanjang Oleh Israel Menolak Beri Informasi

Heboh 6 Kapal Perang Malaysia Senilai Rp30 Triliun Tak Kunjung Jadi Dibuat, Seret Nama Menteri

Selasa, 23 Agustus 2022 | 20:09 WIB
header img
Malaysia terus menyelidiki dugaan penyelewengan dalam pengadaan 6 unit kapal perang pesisir (Foto: Reuters)

KUALALUMPUR, iNews.id - Dugaan penyelewengan proyek pengadaan kapal perang pesisir (LCS) Malaysia terus diselidiki.

Teranyar, kasus ini menyeret nama seorang menteri di pemerintahan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob.

Proyek pengadaan enam kapal perang dimulai pada 2011 dan ditargetkan dikirim mulai 2019, namun sampai saat ini belum satu pun yang jadi.

Dikutip dari The Star, Selasa (23/8/2022), laporan audit forensik Malaysia mengungkap nama Zainab Mohd Salleh dan suaminya, Abdul Latiff Ahmad, sebagai pihak di balik perusahaan terkait transaksi pengadaan kapal perang senilai 9 miliar ringgit atau sekitar Rp30 triliun itu.

Abdul Latiff Ahmad merupakan seorang menteri di departemen perdana menteri Malaysia.

Skandal dugaan penyelewengan proyek pengadaan enam kapal perang ini diungkap langsung oleh pemerintah pada 10 Agustus lalu.

Audit forensik lebih dulu mengungkap nama Zainab Mohd Salleh dalam transaksi meragukan. Laporan kemudian mengungkap bahwa Abdul Latiff adalah suami Zainab.

Zainab disebut-sebut sebagai pemegang saham dan direktur Alizes Marine, perusahaan yang berdomisili di Malta, serta Intralogistics, perusahaan yang terdaftar di Labuan, Malaysia.

Intralogistics juga memiliki Alizes Marine Labuan dan Sousmarin Armada Sdn Bhd. Terkait laporan audit forensik ini, Zainab dan Abdul Latiff berada di bawah pengawasan ketat otoritas Malaysia sejak Senin (22/8/2022).

Sementara itu Abdul Latiff menegaskan siap diperiksa oleh pihak berwenang mengenai masalah tersebut.

Angkatan Laut Kerajaan Malaysia pada 2011 menugaskan pembuatan enam kapal perang untuk patroli pesisir kepada perusahaan lokal, Galangan Kapal Boustead, tanpa tender terbuka. Kapal-kapal itu seharusnya dikirim mulai 2019, namun sampai saat ini belum ada satu pun yang jadi.

Seharusnya sampai bulan ini ada lima kapal yang sudah dikirim, sementara armada keenam dikirim tahun depan. Laporan Komite Akuntan Publik (PAC) ke parlemen pada 4 Agustus lalu mengungkap, unit pertama baru rampung sekitar 44 persen.

PAC juga menyebut dana 1,4 miliar ringgit dari proyek tersebut digunakan oleh kontraktor untuk tujuan lain. Secara total, 6 miliar ringgit dari kontrak senilai 9 miliar telah dibayar.

Editor : Jamaluddin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut