BANDA ACEH, iNewsPortalAceh.id -Yayasan Askarimah Mandiri Aceh (YAMA) adalah sebuah lembaga nirlaba dengan konsen isu pemulihan, advokasi dan pemberdayaan ekonommi, khususnya untuk para anggotanya yang merupakan Perempuan eks kombatan konflik bersenjata Aceh.
Pelatihan tersebut difasilitatori oleh Ibu Khairani Arifin Dan Ibu Norma Susanti, dihadiri oleh 25 peserta yang merupakan perwakilan dari daerah tingkat II Abdya, Pidie, Bireun, Nagan Raya, simeulu, Pidie Jaya, Aceh Selatan, Aceh Timur dan Kota Sabang.
Pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan anggota Askarimah sehingga membuat Lembaga Askarimah menjadi lebih terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Penguatan kelembagaan dimaksud dilakukan melalui serangkaian pelatihan, yaitu :
Penguatan Penyusunan Rencana Strategis Lembaga Askarimah, Peningakatan Kapasitas Lembaga Askarimah untuk Pengelolaan Managemen dan Kepemimpinan Perempuan, Pelatihan Advokasi dan Mediasi serta serangkaian kunjungan ke daerah dalam rangka penguatan lembaga;konsolidasi lembaga Askarimah di tingkat daerah.
Meskipun materi-materi yang disampaikan merupakan pengetahuan baru bagi sebagian besar peserta, namun secara garis besar dapat dengan baik dan membuka cara pandang baru terhadap sebuah organisasi atau lembaga, khususnya Lembaga Askarimah.
Dengan pengetahuan tersebut, para peserta bersemangat untuk bersama-sama membenahi management kelembagaan sehingga visi misi, SoP, nilai-nilai dan program-program lembaga dapat terlaksana dengan baik, efektif, tepat dan efesien.
Pendampingan yang dilakukan Balai Syura untuk Yayasan Askarimah Mandiri Aceh (YAMA) yang merupakan lembaga eks kombatan perempuan dan baru terbentuk di bulan Agustus tahun 2022.
Askarimah ini merupakan lembaga baru yang membutuhkan penguatan untuk pengelolaan manajemen lembaga.
Dan juga karena lembaga ini anggotanya merupakan eks kombatan yang selama ini termarginalkan dalam proses pembangunan Aceh, seperti minimnya akses politik, minimnya kesempatan untuk menduduki posisi strategis yang berbeda dengan kesempatan pada eks kombatan laki-laki pasca konflik bersenjata Aceh.
Sementara pada masa konflik mereka adalah aktor-aktor yang terlibat langsung di dalamnya dengan berbagai posisi, bahkan sampai pada posisi mengangkat senjata, dan merupakan sayap angkatan bersenjatanya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada masa itu.
Disamping juga ada pengakuan dari para anggota YAMA bahwa mereka masih kesulitan mengelola dampak konflik, baik pada segi ekonomi, sosial, politik maupun psikologis.
"Banyak di antara kami yang masih trauma dan terbawa ketika kami mendidik anak" (Mutia, eks kombatan), salah seorang peserta kegiatan yang berasal dari Sabang.
Harapannya, setelah mengikuti kegiatan penguatan untuk lembaga dan anggotanya, YAMA akan menjadi organisasi yang mandiri, kuat secara manajemen, anggota dapat saling menguatkan, mempunyai jaringan dengan berbagai lintas sektor dan membuka jalan /peluang untuk dapat terlibat aktif dalam proses pembangunan.
Harapannya juga semoga YAMA juga menjadi media transformasi yg positif - konstruktif dalam proses reintegrasi, khususnya bagi eks kombatan perempuan, sehingga memberi kontribusi positif yang luas dan signifikan dalam merawat perdamaian dan pembangunan di Provinsi Aceh.
Editor : Jamaluddin