LONDON, iNewsPortalAceh.id - Serangan Israel ke Jalur Gaza, Palestina, berdampak pada sektor kesehatan.
Persediaan alat medis dan obat-obatan darurat menipis, bahkan habis, akibat blokade pemerintahan Zionis terhadap Gaza.
Ini dirasakan para pasien luka korban gempuran tentara Israel yang terpaksa menjalani operasi tanpa anestesi.
Bukan hanya para korban serangan Israel, dampak ketiadaan obat-obatan juga dirasakan para perempuan yang melahirkan.
Staf UNICEF yang bertugas di Gaza, Tess Ingram, mengatakan kepada Sky News, seorang perempuan hamil di Gaza bahkan harus menjalani operasi caesar tanpa obat bius.
Selain itu, lanjut dia, bayi-bayi yang baru lahir dalam kondisi sangat menderita, sementara ibu-ibu mereka meninggal karena kehabisan darah.
Riham Jafari, relawan lembaga kemanusiaan medis ActionAid, juga mengungkap kisah memilukan yang dialami para perempuan yang datang bulan.
“Bayangkan Anda harus menangani menstruasi tanpa produk menstruasi, tisu toilet, atau sabun, dan tidak ada kesempatan untuk membersihkan diri. Ini merupakan kenyataan yang dialami ratusan ribu perempuan anak-anak dan dewasa di Gaza saat ini," ujarnya, seperti dilaporkan kembali Arab News.
Beberapa perempuan, lanjut dia, terpaksa memotong handuk atau bahan tenda untuk digunakan sebagai pembalut. Tindakan itu jelas tak sehat.
“Mereka menggunakan bagian tenda atau ijuk. Ada yang dipotong untuk dijadikan pembalut, ada pula yang menggunakan pakaian tambahan sebagai pembalut,” tambah Jafari.
Menggunakan bahan-bahan yang tidak higienis sebagai produk sanitasi meningkatkan risiko infeksi serta menderita sindrom syok toksik." Kondisi itu juga dialami para relawan medis di Gaza.
Relawan ActionAid Palestine lain yang meminta identitasnya tak dipublikasikan mengatakan tidak ada air untuk membersihkan menstruasi.
"Saya tidak punya pembalut untuk kebutuhan saya sendiri,” katanya.
Krisis air di Gaza semakin parah, warga hanya mendapat air di bawah kebutuhan normal yakni 15 liter per orang per hari.
Adara, seorang ibu yang mengungsi bersama keempat anaknya di Rafah, mengatakan keluarganya sangat menderita setiap pergi ke kamar mandi karena harus antre dalam waktu lama.
Editor : Jamaluddin