BANDA ACEH, iNewsPortalAceh.id - Direktur Utama (Dirut) dan Direktur Operasional Bank Aceh Syariah telah dinonaktifkan sementara oleh Pj Gubernur Aceh.
Penonaktifan sementara ini menimbulkan banyak pertanyaan karena tidak umum dalam tata kelola Perseroan Terbatas seperti Bank Aceh Syariah.
Keputusan penonaktifan ini menciptakan preseden buruk bagi direksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia yang memiliki Pj Gubernur.
Keputusan Pj Gubernur Aceh ini bahkan bertentangan dengan POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum.
POJK tersebut menyatakan bahwa setiap pergantian dan pemberhentian direktur utama dan direktur kepatuhan sebelum masa tugasnya berakhir harus mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan korektif dan evaluasi. Oleh karena itu, OJK dapat membatalkan keputusan Pj Gubernur Aceh tentang penonaktifan sementara, terutama jika tanpa adanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menjadi dasar setiap pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris. Pertanyaannya, apakah OJK berani melakukan tindakan korektif ini?
Menurut Surat Keputusan Gubernur Aceh sebagai pemegang saham pengendali PT Bank Aceh Syariah Nomer 500/681/2024 tentang Penonaktifan sementara Saudara Muhammad Syah sebagai Direktur Utama Periode 2023-2027 sampai dengan diselenggarakan RUPS paling lambat 30 hari setelah Keputusan Gubernur tertanggal 5 April 2024.
Itu berarti RUPS baru akan diselenggarakan paling lambat tanggal 5 Mei 2024. Hal yang sama juga berlaku bagi Zulkarnaini, direktur operasional Bank Aceh Syariah.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta