Derai Air Mata Petani Aceh Utara di Tengah Program Ketahanan Pangan Presiden Prabowo

Proyek kemudian dilanjutkan oleh PT Casanova Makmur Perkasa dengan nilai kontrak Rp22,8 miliar. Targetnya rampung tahun 2025, tetapi hingga kini progres lapangan belum sesuai harapan masyarakat. "Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I sebelumnya menjanjikan proyek selesai awal 2025, namun sampai saat ini masih nihil," tegasnya.
Kerugian Petani Capai Rp2,5 Triliun
Menurut Fadli, dampak kerusakan bendungan sangat besar. "Proyek ini sangat vital bagi pertanian di Aceh Utara, yang mengairi 9.174 hektare sawah di delapan kecamatan dan satu kecamatan di Lhokseumawe. Sudah lima tahun petani tidak dapat menggarap sawah mereka karena kurangnya pasokan air yang memadai," jelasnya.
Ia menambahkan, kerugian akibat kondisi ini diperkirakan mencapai Rp250 miliar per musim tanam, atau total Rp2,5 triliun dalam lima tahun terakhir. Dalam kondisi normal, petani mampu menanam dua kali setahun dengan rata-rata hasil 5,5 ton per hektare senilai Rp27,5 juta per musim. Namun lebih dari 10 musim tanam terlewat tanpa panen.
Desakan ke Presiden Prabowo
Fadli mendesak Presiden Prabowo turun tangan langsung. "Kami meminta Presiden memberikan atensi dan supervisi khusus terkait penyebab proyek rehabilitasi Krueng Pase belum selesai, karena korban langsung adalah masyarakat grassroot yang menggantungkan hidup di bidang pertanian," katanya.
Ia juga menegaskan agar pihak berwenang menindak kontraktor sebelumnya. "Karena para petani lumpuh, tidak bisa bertani, air mata kekecewaan mereka menetes di tengah program ketahanan pangan pemerintah pusat. Kami meminta Presiden juga agar memerintahkan Aparat Penegak Hukum memeriksa perusahaan sebelumnya yang tidak bisa menyelesaikan proyek rehabilitasi Krueng Pase ini. Kami percaya Presiden Prabowo bisa memberikan solusi konkret," tandasnya.
Editor : Armia Jamil