Perempuan di Tengah Konflik Gajah-Manusia: Kami Tak Lagi Tenang di Tanah Sendiri

REDELONG, iNewsPortalAceh.id – Ketakutan mendalam kini menjadi bagian dari keseharian perempuan di pedesaan Kabupaten Bener Meriah, Aceh.
Konflik antara manusia dan gajah liar yang terus meningkat bukan hanya menghancurkan kebun dan hasil panen, tetapi juga merampas rasa aman, terutama bagi kelompok perempuan yang terlibat langsung dalam aktivitas pertanian.
Pada musim panen yang seharusnya membawa harapan, cerita justru dipenuhi kecemasan.
“Waktu mengandung, saya tidur di gubuk kebun.Tiba-tiba gajah liar datang menggoyang gubuk kami. Saya masih trauma sampai sekarang, takut untuk ke kebun lagi,” tutur seorang perempuan dari Desa Belang Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Rabu (27/8/2025).
Kisah serupa diungkapkan seorang gadis 22 tahun yang masih mengingat jelas jejak kaki gajah sebesar ban mobil di kebun keluarganya.
“Melihat jejaknya saja saya langsung pulang. Sampai sekarang bayangannya menakutkan,” ujarnya dengan tangan yang terus menggenggam erat.
Ketakutan ini bukan hanya cerita pribadi. Hampir setiap musim panen, gajah liar merusak tanaman dan mendekati pemukiman.
Perempuan yang biasanya ikut ke kebun kini enggan turun tangan. Trauma, gangguan tidur, dan rasa terasing dari peran produktif dalam keluarga menjadi dampak yang jarang terlihat namun nyata.
“Suara perempuan masih sering terabaikan,” kata Asmara Piana, aktivis lingkungan setempat.
Menurutnya, dalam berbagai program mitigasi konflik satwa liar yang digagas pemerintah, organisasi, dan LSM konservasi, perspektif perempuan sering luput.
Padahal, mereka memiliki pengetahuan lokal dan pengalaman langsung yang penting untuk merencanakan solusi jangka panjang.
Seruan untuk perlindungan dan inklusi kini kian mendesak. Mengintegrasikan pengalaman perempuan bukan hanya soal keadilan, tetapi juga efektivitas dalam merancang kebijakan mitigasi.
“Kami ingin hidup berdampingan dengan alam, dengan gajah. Tapi kami juga ingin rasa aman. Kami ingin suara kami didengar,” tegas seorang ibu rumah tangga yang juga petani.
Pemerhati lingkungan menilai, tanpa keterlibatan perempuan, upaya mengakhiri konflik gajah-manusia akan sulit mencapai hasil yang berkelanjutan.
Editor : Jamaluddin