Seluruh Dapur SPPG di Aceh Selatan Diduga Belum Kantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
ACEH SELATAN, iNewsPortalAceh.id – Seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi di Kabupaten Aceh Selatan hingga November 2025 tercatat belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Padahal, sertifikat tersebut menjadi syarat penting untuk memastikan keamanan pangan dan kebersihan dapur pengolahan makan bergizi gratis (MBG).
Data yang dihimpun awak media, terdapat 25 unit SPPG yang sudah beroperasi aktif di Aceh Selatan.
Namun, hingga kini belum satu pun yang memperoleh sertifikasi laik higiene sanitasi dari Dinas Kesehatan setempat.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh Selatan, Ns. Yulimir, S. Kep.,M.Kes, didampingi Ketua Tim Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Olahraga, Fitri Ramadhani, menjelaskan bahwa keterlambatan penerbitan SLHS disebabkan belum lengkapnya data pendukung dari masing-masing SPPG.
saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kamis (13/11/2025) “Hasil laboratorium kesehatan masyarakat belum keluar seluruhnya.Beberapa SPPG juga belum memiliki sertifikat penjamah dan hasil uji infeksi kesehatan lingkungan. Jadi, kami masih menunggu kelengkapan dokumen itu sebelum bisa diterbitkan sertifikatnya,” ujar Yulimir.
Menurutnya, sebagian besar dapur SPPG sudah menjalani proses pemeriksaan awal. Namun, beberapa masih belum memenuhi standar minimal nilai 80 dalam uji kelayakan higiene dan sanitasi dapur.
“Masih ada yang nilainya di bawah 70. Itu berarti belum layak mendapatkan sertifikat. Kami sudah sampaikan agar dilakukan pembenahan mulai dari fasilitas cuci tangan, sanitasi air bersih, hingga pengelolaan bahan makanan,” tambah Fitri.
Selain faktor teknis, keterlambatan juga disebabkan kendala jarak dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM).
Pemeriksaan sampel air dan bahan makanan harus dikirim ke Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) di Banda Aceh, yang jaraknya cukup jauh dari Aceh Selatan.
“Beberapa daerah seperti Trumon Timur butuh waktu hingga delapan jam untuk mengantar sampel ke Banda Aceh. Ini tentu memengaruhi kecepatan proses sertifikasi,” ujar Yulimir.
Ia menambahkan, hingga kini belum ada anggaran khusus untuk transportasi pemeriksaan lapangan, sehingga beberapa kegiatan penilaian harus ditunda sambil menunggu surat permohonan resmi dari pihak yayasan pengelola SPPG.
Dari 25 SPPG yang beroperasi, baru dua yayasan yang telah menyurati Dinas Kesehatan untuk pelaksanaan pemeriksaan infeksi kesehatan lingkungan.
Yulimar berharap adanya koordinasi yang lebih cepat antara SPPG, Labkesmas, dan Dinas Kesehatan Provinsi, agar sertifikasi laik higiene sanitasi dapat segera diterbitkan.
“Kami ingin semua dapur gizi di Aceh Selatan memenuhi standar keamanan pangan. Ini penting untuk menjamin makanan yang disajikan aman, bergizi, dan bebas dari kontaminasi,” tutupnya.
Editor : Jamaluddin