Tangis Pilu Bupati Aceh Utara Pecah: Tidak Sanggup Lagi, Korbannya Ada Mayat Belum Dievakuasi
JAKARTA, iNewsPortalAceh.id – Musibah banjir di Aceh Utara telah mencapai titik yang memilukan. Skala bencana yang melanda hampir seluruh wilayah membuat Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil, tak kuasa menahan air mata saat memberikan keterangan pers di posko penanggulangan banjir, Rabu (3/12/2025).
Dengan suara yang bergetar dan diselingi isak tangis, Bupati Ismail dengan jujur mengakui bahwa pemerintah daerah telah mencapai batas kemampuan dalam menangani banjir Aceh.
"Tidak sanggup, korbannya luar biasa. Pusat tidak ada perhatian. Coba kita buka mata hati kita, coba kita lihat masyarakat," ujarnya sambil menyeka air mata, seperti dikutip dari video yang beredar.
Bupati Ismail menceritakan sendiri betapa parahnya situasi di lapangan, bahkan ia sempat mengalami langsung penderitaan warganya.
"Saya terjebak dalam air hampir 2 malam tidak keluar. Banyak masyarakat kita kelaparan. Kekuatan kita tidak ada, kita hanya ada beras,” ungkapnya dengan pilu, menekankan bahwa sumber daya lokal sudah sangat terbatas.
Meskipun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara telah berusaha maksimal, kemampuan daerah untuk menghadapi bencana berskala raksasa ini memang terbatas. Pemkab telah mengirim surat resmi kepada Presiden, memohon percepatan bantuan logistik besar, peralatan evakuasi, dan tenaga tambahan.
Situasi semakin mengkhawatirkan dengan adanya laporan temuan jenazah korban yang hingga kini belum bisa dievakuasi. Medan yang rusak parah dan sulit dijangkau membuat proses pencarian korban yang hilang menjadi tantangan yang sangat berat.
“Di Kecamatan Langkahan masih banyak mayat. Kabupaten Aceh Utara memiliki 27 kecamatan, cuma 2 kecamatan yang tidak kena habis. Tapi sampai hari ini mayat-mayat belum habis ditemukan,” ucap Bupati, menggambarkan horor yang sedang mereka hadapi.
Situasi di pengungsian pun sama mendesaknya. Ribuan warga saat ini menghadapi kekurangan kritis akan makanan, obat-obatan, dan selimut. Banjir Aceh Utara kini bukan lagi sekadar bencana alam, melainkan jeritan kemanusiaan yang mendesak intervensi segera dari Pemerintah Pusat.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta