PIDIE JAYA, iNewsPortalAceh.id - Masjid tuha trienggadeng ini kondisi nya masih berdiri kokoh meski di perkirakan sudah berumur puluhan tahun yang di bangun dengan mengunakan kayu gunung seperti masjid-masjid kuno lainnya yang ada di Aceh.
Sekilas di perhatikan masjid tuha Trienggadeng Ini memiliki bentuk seperti masjid kuno tempo dulu, namun setelah di perhatikan secara seksama baru lah terlihat bentuk dan motif nya yang unik.
Masjid tuha trienggadeng yang di bangun mengunakan kayu dan memiliki usia puluhan tahun ini memiliki keunikan di motifnya di mimbar sehingga sampai saat ini masjid tuha ini masih berdiri kokoh di Desa Masjid, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
Masjid kuno ini memiliki sejarah panjang bagi masyarakat Trienggadeng sendiri, dimana masa dahulu belum memiliki masjid mewah, namun hanya ada nya masjid tuha ini sebagai tempat beribadah warga kala ini.
Menurut sejumlah warga menyebutkan bahwa masjid tuha Trienggadeng ini di bangun oleh masyarakat dengan swadaya, sedangkan rekaman kolektif masyarakat sekitar juga tidak berhasil menguatkan angka tahun pendiriannya.
Namun berdasarkan arsitekturnya berkemungkinan masjid ini di bangun pada periode pra-kemerdekaan dimana elemen arsitektur khas masjid ini ditampilkan melalui atapnya yang berbentuk limas dan bertingkat, meskipun atapnya sudah pernah dipugar prinsip arsitekturnya masih tetap dipertahankan.
Selain itu motif hias masjid ini pun juga sangat unik dan menarik, begitu juga dengan mimbar yang ada di masjid ini begitu istimewa di karenakan banyak di temukan kaligrafi masa dahulu terukir dengan tangan khas tempo dulu.
Bahkan dinding mimbar utamanya di mana ornament tersebut diukir dibuat dari satu lembar papan berukuran sangat lebar sehingga ornament yang dihasilkan begitu indah, ornament tersebut diberi warna original organik yang beragam seperti hijau, merah dan kuning.
Namun sangat disayangkan, bahwa permukaan luar mimbar ini telah dilapisi cat warna putih oleh masyarakat meskipun demikian warna aslinya masih terlihat di balik warna putih modern tersebut.
Ornament-ornament terdapat pada mimbar khas Aceh ini, motifnya adalah motif tanjong (bungong kupula), motif kenanga (bungong seulanga), motif awan setangkai (bungong awan sitangké), motif kecebong (bungong aneuk abiek), motif awan-awan (bungong keundô), motif simpul tali dua (bungong puta talo dua) dan motif awan-awan (bungong awan-awan).
Mimbar kayu ini sangat kaya dengan motif tradisional seperti pahatannya begitu rapi dan presisi bahwa mimbar ini sengaja dibuat istimewa dan motifnya diukir oleh pemahat profesional dalam masyarakat Aceh setiap jenis motif tersebut memiliki makna tersendiri yang dianut.
Motif bungong seumanga atau disebut juga sebagai bungong seulanga adalah bunga khas di Aceh yang merepresentasikan sifat lemah lembut simbol keharmonisan yang sering ditemukan di ukiran kayu dan kerap kali diberi warna merah dan kuning.
Motif simpul tali (bungong puta talo) sebagai simbol kekuatan dan pemersatu tali simpul dua sering digunakan pada rumah Aceh sebagai pengikat sehingga memiliki makna sebagai penyatu, bungong apeeng dimaknai sebagai simbol kesuburan dan keindahan.
Sedangkan motif bungong geulima yang berbentuk seperti tunas dan mempunyai lekungan di kedua sisinya berbentuk daun merupakan lambang keindahan dan kesuburan, masyarakat Aceh memaknai bungong seuleupok juga bermakna kesuburan dan keindahan bagi masyarakat, motif bunga awan-awan digambarkan sebagai kekuasaan dan kebesaran allah swt dan sering menggunakan warna.
Motif bunga melati atau bungong meulu dilambangkan sebagai kesucian bumi, keindahan, kesuburan dan keharuman, motif awan setangkai (awan sitangke) melambangkan ketinggian dan kesucian serta keperkasaan sehingga motif ini sangat sering ditemukan pada nisan-nisan pembesar hebat di kesultanan aceh abad ke-16 dan 17 masehi.
Sedangkan motif bunga cabai (bungong capli) motif-moti tersebut memiliki beberapa variasi warna, masyarakat aceh juga memiliki nilai filosofis terhadap pemaknaan warna-warna khas tersebut.
Warna-warna yang digunakan dikenal dengan warna Aceh (merah, kuning, hijau, hitam dan putih), warna merah yang melambangkan kekuatan dan keberanian dari masyarakat Aceh.
Warna kuning melambangkan sebagai kekayaan dan keagungan masyarakat Aceh, warna putih oleh masyarakat diartikan sebagai kesucian dan warna hijau dimaknai sebagai kesejukan, kehangatan, kemakmuran dan kesuburan.
Nah ! menurut anda tau bagaimana tentang sejarah panjang berdirinya Masjid Tuha Trienggadeng ini ?
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait