Tradisi Nyadran, Sarat Makna Ungkapan Syukur hingga Mengingatkan Pada Kematian

Anissa puspa kirana
Mengenal tradisi nyadran, kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jawa di bulan Sya’ban atau menjelang Ramadhan. (Foto: Antara).

JAKARTA, iNewsPortalAceh.id - Mengenal tradisi nyadran, kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jawa di bulan Sya’ban. Masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa mempunyai adat istiadat dan budaya beragam.

Setiap daerah di Pulau Jawa memiliki kebudayaannya masing-masing. Kebudayaan ini merupakan warisan nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun sejak dahulu kala.

Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa, yaitu tradisi nyadran. Masyarakat Jawa, khususnya yang tinggal di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur, mengamalkan tradisi nyadran untuk menyambut bulan Ramadhan.

Mengenal Tradisi Nyadran Istilah nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, tepatnya dari kata “sraddha” yang berarti keyakinan.

Tradisi ini merupakan bentuk kepercayaan masyarakat terhadap nenek moyangnya yang disebut juga dengan animisme.

Ketika Islam masuk ke Pulau Jawa melalui Wali Songo, tradisi-tradisi yang ada tidak dihilangkan melainkan menjadi alat penyebaran Islam.

Masuknya Islam, tradisi sraddha mengalami perubahan. Sebelum Islam, sraddha dilakukan untuk menerima berkah.

Seiring berkembangnya tradisi ini menjadi wujud rasa syukur atas anugerah Allah SWT kepada umatnya.

Setelah pengaruh Islam, kata nyadran digunakan karena nyadran merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan budaya Islam.

Banyak masyarakat Jawa yang mengenal tradisi nyadran ini karena biasa dilakukan setiap tahun pada bulan Sya’ban, menjelang Ramadhan.

Tradisi nyadran di setiap wilayah dikenal dengan nama beragam. Di Jawa Tengah seperti Banyumas dikenal dengan nyadran.

Di Temanggung dan Boyolali dikenal dengan sebutan sadranan.

Sementara di Jawa Timur disebut manganan atau sedekah bumi.

Dikutip dari Dinas Kebudayaan Kota Yogya, tradisi nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya.

Nyadran dikenal juga dengan nama ruwahan karena dilakukan pada bulan Ruwah. Dijadikan tradisi nyadran berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya jawa dengan Islam.

Nyadran juga sebagai sarana melestarikan budaya gotong royong sekaligus upaya untuk menjaga keharmonisan masyarakat melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama).

Nyadran biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 di bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya'ban.

Meski dilaksanakan pada waktu yang berbeda-beda di setiap wilayah, nyadran pada umumnya dilaksanakan pada bulan Ruwah untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan.

Rangkaian Kegiatan Nyadran Besik Melakukan besik yaitu membersihkan kotoran dan rumput di kuburan leluhur.

Dalam kegiatan ini masyarakat dan keluarga saling bahu membahu membersihkan makam leluhurnya.

Kirab Merupakan arak-arakan peserta Nyadran menuju ke tempat upacara adat dilangsungkan.

Ujub Menyampaikan Ujub atau maksud dari rangkaian ritual adat nyadran yang dilakukan penguasa adat.

Doa

Pemangku adat memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.

Kembul Bujono dan Tasyakuran Setelah berdoa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri.

Editor : Jamaluddin

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network