JENEWA, iNewsPortalAceh.id - Kondisi pengungsi di Jalur Gaza, Palestina, sangat memprihatinkan. Mereka bukan hanya harus berjuang hidup dengan menghindari serangan brutal tentara Zionis Israel, tapi juga mendapatkan makanan.
Badan amal ActionAid menyatakan beberapa pengungsi di Rafah, Gaza bagian selatan, terpaksa makan rumput karena tak ada sesuatu yang bisa dimakan.
Meski Rafah berada di perbatasan Mesir, bantuan kemanusiaan masih sulit atau sangat kurang untuk memenuhi 1 juta lebih pengungsi.
“Semua orang di Gaza sekarang kelaparan, orang-orang hanya mendapat 1,5 hingga 2 liter air yang tidak bersih setiap hari untuk memenuhi semua kebutuhan mereka,” bunyi pernyataan ActionAid, dikutip dari Reuters, Jumat (9/2/2024)kemarin.
Juru bicara badan PBB untuk pengungsi Palestina Juliette Touma mengatakan, badan-badan kemanusiaan mengaku tidak bisaa mengevakuasi pengungsi ke wilayah yang lebih aman karena pasukan Israel ditempatkan di utara.
Selain itu bantuan yang diperbolehkan masuk ke Gaza masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pengungsi.
“Semua tempat penampungan penuh dan tidak bisa menampung lebih banyak orang lagi,” kata Touma.
Lembaga-lembaga kemanusiaan juga memperingatkan serangan Israel ke Rafah sama saja dengan menciptakan pertumpahan darah.
Lebih dari 1 juta pengungsi mendiami padang luas yang berbatasan dengan Mesir tersebut.
Para relawan kemanusiaan menegaskan, serangan itu bukan hanya sebagai pembantaian massal tapi juga menghambat bantuan kemanusiaan.
Di saat yang sama para dokter dan pekerja kemanusiaan berjuang untuk memberikan bantuan bahan pokok untuk kelangsungan hidup pengungsi serta menghentikan penyebaran penyakit.
“Perang tidak boleh dibiarkan di kamp pengungsi raksasa. Permusuhan yang meluas ke Rafah bisa meruntuhkan respons kemanusiaan,” kata Jan Egeland, sekjen Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), seraya memperingatkan terjadinya pertumpahan darah jika operasi Israel berlanjut ke Rafah.
Santosh Kumar, seorang dokter yang meninggalkan Gaza pekan lalu, menggambarkan Rafah sebagai penjara tertutup dengan limbah kotoran manusia mengalir di berbagai tempat yang begitu padat. Hampir tidak ada ruang bagi kendaraan medis untuk lewat.
“Jika bom yang sama yang digunakan di Khan Younis juga digunakan di Rafah, setidaknya jumlah korban akan meningkat 2 atau 3 kali lipat karena populasinya sangat padat,” kata Kumar.
Pemerintah Israel sebelumnya menyatakan akan bergerak maju dari Khan Younis, kota utama di selatan Gaza, menuju Rafah.
Populasi kota tersebut melonjak lima kali lipat setelah gelombang pengungsian mengalir dari Gaza bagian utara dan tengah.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait