SIGLI, iNewsPortalAceh.id - Suasana di Universitas Jabal Ghafur (Unigha) Sigli memanas. Kamis pagi, 24 Juli 2025, puluhan mahasiswa menggelar aksi damai sebagai respons atas pelaporan dua rekan mereka oleh pihak kampus ke kepolisian.
Aksi berlangsung di bundaran Tugu Anuek Muelieng, simbol kota Sigli yang hari ini dikepung poster-poster kritik dan spanduk perlawanan.
Pantauan Awak media, mahasiswa mulai berkumpul sekitar pukul 10.00 WIB.
Mereka berdiri membentuk lingkaran di sekitar bundaran, mengusung spanduk besar bertuliskan, “Pendidikan bukan barang dagangan. Hentikan korupsi KIP dan usut tuntas dugaan korupsi di Unigha.”
Kampus Dinilai Berubah Wajah: Dari Rumah Ilmu Menjadi Arena Represi.
Koordinator aksi, Muhammad Agil Gunawan, menegaskan bahwa kampus tak lagi menjadi ruang aman bagi mahasiswa.
“Unigha seharusnya taman ilmu dan kebebasan berpikir, tapi kini penuh tekanan, pengawasan, ancaman, bahkan pembungkaman,” kata Agil dalam orasinya.
Ia menyebut, pelaporan dua mahasiswa ke polisi adalah puncak dari pola represif yang selama ini dijalankan pihak kampus terhadap suara-suara kritis.
“Setiap kami bicara, selalu dibalas dengan intimidasi. Tapi ingat, tidak ada yang bisa membungkam suara mahasiswa,” ujarnya lantang.
Sorotan Tajam ke Pengelolaan Beasiswa KIP.
Tak hanya soal pembungkaman, Agil dan peserta aksi juga menyoroti dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) di kampus mereka.
Program beasiswa dari pemerintah itu, menurut mahasiswa, telah diselewengkan dan dikelola tanpa transparansi.
“Program KIP ini milik mahasiswa. Tapi yang terjadi, pengelolaannya gelap, tidak jelas, dan jauh dari akuntabilitas,” ujar Agil.
Ia menyebut bahwa banyak mahasiswa penerima yang tidak tahu proses, mekanisme, hingga distribusi dana secara terbuka.
Tuntutan Publik: Masyarakat Pidie Diminta Ikut Mengawasi.
Agil juga mengajak masyarakat Pidie untuk turut mengambil peran dalam mengawasi jalannya lembaga pendidikan tinggi, khususnya Unigha yang selama ini diharapkan menjadi kawah candradimuka bagi anak-anak daerah.
“Masyarakat harus sadar. Kampus yang seharusnya melahirkan masa depan, kini justru memelihara ketidakadilan,” ujarnya tajam.
Ia menilai bahwa ada krisis dalam manajemen kampus yang tak bisa dibiarkan terus berlangsung.
Dalam akhir orasi, Agil menyampaikan harapannya: agar aksi ini menjadi awal perubahan, bukan sekadar perlawanan sesaat.
“Unigha bukan lagi tempat membangun masa depan, tapi tempat memelihara kekecewaan. Ini harus diakhiri,” tuturnya.
Editor : Jamaluddin
Artikel Terkait