Begini Alasan Aceh Sulit Dikuasai Belanda, Pasukan Tak Goyang Terhasut Adu Domba

Tika Vidya Utami
Masjid Raya Baiturrahman Aceh (Foto: Antara)

BANDA ACEH, iNewsPortalAceh.id - Aceh merupakan salah satu daerah yang sulit dikuasai oleh Belanda. Terletak di bagian paling barat Indonesia, Aceh mempunyai letak yang strategis.

Sejak berabad lalu, Aceh menjadi pintu gerbang lalu lintas perniagaan serta kebudayaan yang menghubungkan Timur serta Barat.

Selain itu, Aceh juga menjadi tempat pertama masuknya Islam di Indonesia serta munculnya kerajaan Islam pertama di Indonesia seperti Peureulak serta Pasai.

Alasan Aceh Sulit Dikuasai Belanda Kejayaan Aceh. Melansir laman acehprov.go.id, Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaanya pada abad ke-17.

Saat itu pengaruh agama serta budaya Islam begitu kental di kehidupan masyarakat Aceh.

Hal tersebut menjadikan Aceh mendapat julukan Seuramo Makkah atau Serambi Makkah.Namun hal ini tidak berlangsung lama.

Sepeninggal Sultan Iskandar Muda, kedudukan Aceh sebagai salah satu kerajaan besar di Asia Tenggara melemah.

Di tengah merosotnya kondisi kerajaan, Aceh mulai dimasuki pengaruh dari luar. Di samping itu, Kesultanan Aceh juga menjadi incaran Barat.

Pengaruh Belanda Hal ini ditandai dengan penandatanganan Traktat London serta Traktat Sumatera antara Belanda dan Inggris terkait aturan mereka di Sumatra.

Keinginan Barat menguasai Aceh ditandai dengan sikap Belanda yang menyatakan perang kepada Sultan Aceh.

Sejak 1873 hingga abad ke-19, Belanda terlibat perang dengan Kesultanan Aceh. Perang ini disebut dengan Perang Aceh.

Belanda Kewalahan Melawan Pasukan Aceh Melansir “Strategi Kolonial Belanda Dalam Menaklukan Kerajaan Aceh Darussalam” dalam Jurnal Adabiya Volume 19 Tahun 2017, keinginan Belanda menguasai Aceh didorong oleh perubahan dunia perekonomian di Belanda setelah disahkannya Undang-Undang Agraria.

Selain itu, faktor yang membuat Belanda ingin menguasai Sumatra, termasuk Aceh, adalah dengan dibukanya Terusan Suez pada 1986.

Pembukaan Terusan Suez tersebut membuat lalu lintas internasional antara Barat dan Timur semakin ramai. Secara politik dan ekonomi, Aceh mempunyai posisi yang strategis.

Aceh yang berada di pintu gerbang masuk Selat Malaka ini mengkhawatirkan Belanda apabila sewaktu-waktu wilayah tersebut jatuh di bawah kekuasaan bangsa lainnya.

Belanda melancarkan agresinya ke Aceh pada April 1873, dipimpin oleh J.H.R. Kohler. Pasukan Aceh yang dipimpin Panglima Polim serta Sultan Mahmud Syah memberi perlawanan hingga mampu mempertahankan diri dari serangan Belanda.

Bahkan, J.H.R Kohler meninggal dunia di tangan pasukan Aceh. Kekuatan pasukan Aceh lantas dipusatkan untuk mempertahankan Istana Sultan Mahmud Syah.

Setelah Masjid Raya Aceh dikuasai Belanda, terdapat tokoh yang bergabung untuk melawan Belanda seperti Teuku Imam Lueng Bata, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, serta istri Teuku Umar yaitu Cut Nyak Dien.

Dengan kekuatan yang besar serta semangat jihad, pasukan Aceh ini mampu bertahan melawan Belanda yang menyerang istana. Belanda gagal menduduki istana.

Pada akhir 1873, Belanda kembali mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Letnan Jenderal J.Van Swieten dengan kekuatan 8.000 tentara.

Pertempuran kembali berkobar pada awal 1874 yang membuat Belanda berhasil menduduki istana kesultanan.

Meski begitu, Belanda masih harus menghadapi kekuatan pasukan dan masyarakat Aceh.

Pasalnya, pantai utara serta timur, yang biasa dijadikan tempat masuk kapal, mendapat penjagaan dari masyarakat Aceh.

Editor : Jamaluddin

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network