JK Sentil Mendagri: Tak Bisa Pindahkan Wilayah Lewat Kepmen, Dasar UU 1956 Tak Bisa Diabaikan

“Karena wilayah tersebut diatur melalui undang-undang, maka tidak mungkin diubah atau dipindahkan hanya melalui keputusan menteri (Kepmen), sebab secara hirarki, undang-undang lebih tinggi daripada Kepmen. Jika ingin mengubahnya, harus melalui perubahan undang-undang juga,” tegasnya.
JK juga mengungkap bahwa masyarakat di pulau-pulau tersebut selama ini membayar pajak ke Kabupaten Singkil, sebagai bukti kuat secara administratif bahwa wilayah itu memang milik Aceh.
“Nanti juga ada teman-teman yang akan menunjukkan bukti pembayaran pajaknya ke Singkil,” ucap JK.
Meski begitu, JK tetap mengapresiasi niat baik Mendagri untuk menjalankan pemerintahan yang lebih efisien. Namun, ia mengingatkan agar tetap berpegang pada dasar hukum dan sejarah.
“Tentu, kita hargai niat baik Pak Tito yang ingin agar pemerintahan berjalan lebih efisien dan dekat dengan masyarakat. Tapi secara historis dan hukum, pulau-pulau itu adalah bagian dari Aceh,” ujarnya.
Lebih lanjut, JK menambahkan bahwa dalam kesepakatan Helsinki juga dicantumkan bahwa tidak boleh ada pemekaran wilayah di Aceh demi menjaga stabilitas pasca-konflik.
“Salah satu poin penting yang menjadi perhatian pihak Aceh adalah keinginan agar tidak terjadi lagi pemekaran wilayah seperti yang terjadi di Papua,” katanya.
“Pemerintah setuju dengan kekhawatiran itu. Oleh karena itu, dalam perundingan Helsinki disepakati bahwa perbatasan Aceh merujuk pada kondisi wilayah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang dikeluarkan pada 1 Juli 1956. Pasal 1.1.4 dalam MoU itu pun merujuk langsung ke tanggal tersebut sebagai dasar batas wilayah Aceh,” tandas JK.
Editor : Suriya Mohamad Said